Sekelas Christine Hakim gagal menjelaskan jati diri Nusantara hanya dengan mengatakan bukan Arab dan K-Pop.
Bila itu bukan, ini bukan, jangan-jangan kita ini bukan-bukan. Seorang santri memainkan gambus dengan sarungan dan pecian adalah cara paling ramah dalam menyerap kebedaan tanpa harus menolak apa yang bukan, tetapi ini soal keseleraan.
Bayangkan, dgn musik Timur Tengah seorang pelajar pondok menikmati lagu dalam bahasa Madura dan mendengar nomor Mozart tanpa harus dibebani dgn identitas pembatas agar dipandang sebagai warga yang mengutamakan keaslian. Apa belum cukup mengorbankan bahasa ibu dengan menggunakan bahasa kebangsaan?
Jujur, bila kita hendak tampil "asli", mungkin kita tidak memakai apa-apa dan tidak makan apa-apa karena jejaknya berasal Dari India, China, Arab, dan Eropa.
No comments:
Post a Comment