Dalam Alqur’an, kehidupan dunia ini hanyalah main-main (la’ib)dan senda gurau belaka (lahw). Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? Surat al-An’am: 32 ini tentu perlu pembacaan lebih utuh agar pesannya tidak dipahami secara dangkal. Justru, di dunia ini kita memiliki ruang untuk serius dan fokus, serta akhirat itu adalah bonus.
Lagipula, dalam ayat lain, al-Nahl: 97, kita menemukan anjuran bahwa dengan berbuat baik dalam keadaan iman, maka Tuhan akan menganugerahkan kehidupan yang bahagia (hayatan thayyibatan). Betapa dua ayat yang berbeda ini menyampaikan pesan yang sama untuk melakukan kebaikan di dunia. Kenyataannya, manusia memiliki cara berbeda untuk memahami dan menjalani kebaikan.
Lalu, bagaimana filsafat melihat kehidupan? Dalam The Weight of Things: Philosophy and the Good Life, Jean Kazez mengurai pertanyaan besar bagaimana kita seharusnya menjalani kehidupan. Bagi Plato dan Aristoteles serta filsuf sesudahnya, ini merupakan sebuah persoalan tentang “kebaikan tertinggi”, hal terakhir yang harus kita tuju. Pada abad kesembilan belas, fokus persoalan tentang yang baik lebih konkret dan intens. Lebih jauh, Anda bisa membacanya di sini: Kehidupan.
No comments:
Post a Comment