Monday, June 26, 2023

Kemiskinan


 

Diogenes Laertius sering dikutip untuk menunjukkan bahwa kemiskinan itu bukan bencana. Dengan hanya berumah di guci besar di tepi pasar Athena dan tak memiliki apa-apa, ia menjalani hidup dengan bahagia. Tetapi, keadaan ini memang dipilih secara sadar. Filsuf yang dianggap suka nyinyir itu tinggal sendirian. Gaya hidupnya mungkin bisa diterima karena ia tidak menanggung nafkah keluarga. Lagi pula, ia bergantung pada belas kasihan orang lain untuk bisa makan. Apakah cara ini bisa menjadi pilihan khalayak? Jelas, tidak.

Kemiskinan di atas bukan lahir dari ketidakberdayaan, tetapi pandangan dunia. Namun, hidup dalam keseharian tetap mengandaikan relasi produksi dan konsumsi, di mana ada kelas pemodal dan pekerja yang menyuburkannya. Pasar tak jauh dari rumah Diogenes bisa berfungsi apabila ada orang yang bekerja, mengawasi, mengatur dan mengembangkan tempat berdagang menjadi ruang produktif bagi semua pihak, bukan segilintir. Tidak dapat dielakkan, sistem ekonomi apa pun, ada dua pandangan yang perlu ditimbang, Sloterdijk dengan gagasan distribusi kekayaan pada orang yang memerlukan dan Piketty dengan peningkatan besaran pajak untuk orang kaya.

Kenyataannya, hingga kini kita harus menghadapi banyak orang yang terpaksa hidup dalam kekurangan. Keadaan ini tentu tidak diselesaikan dengan mendengar lagu Rhoma Irama “Kaya Hati”. Lagu yang dibawakan bersama dengan Rita Sugiarto tersebut menggambarkan bahwa kemiskinan itu tidak menjadi soal, apabila manusia kaya hati. Sebagai karya estetik, ia mungkin enak didengar, tetapi sulit untuk dijalani. Selagi kehendak untuk menjalani keseharian, setiap individu atau keluarga harus memenuhi kebutuhan dasar dan lanjutan.

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...