Pak Zuhri Humaidi menggelar sekolah filsafat IAIN Kediri. Ini adalah salah satu ikhtiar agar mahasiswa AFI dapat melihat cakrawala yang lain.
Dengan dua materi di hari pertama, metode berpikir dan tema-tema pokok Filsafat Islam, kami hendak mengulik warisan Yunani dan Arab.
Melalui pandangan Kritis (Kriths), dua negeri di atas kini jelas memiliki batas-batas yang telah retak. Tak pelak, sejak mula orang tak pernah sama dalam melihat sesuatu.
Apa pun, Ibn Sina memiliki kebiasaan untuk mengunjungi makam para wali tatkala penulis Asy-Syifa (Pengobatan) tersebut mengalami kebuntuan dalam memahami bacaan. Saya pun mendengar dari teman sendiri yang melakukan hal serupa.
Kami pun meneladankan laku tersebut dengan berziarah ke makam Syaikh Washil Syamsuddin di malam hari setelah menikmati bebek di warung Pak Slamet. Di depan nisan kami tepekur bersama pengunjung yang lain. Sementara, di masjid sebelah ada pengajian kitab Jalalain yang dihadiri oleh banyak jemaah.
Lalu, kami pun keluar melewati pintu gerbang. Di depan masjid banyak orang sedang menyesap kopi dan menghebuskan rokok di beberapa kedai. Betapa harmonis keadaan di sini. Satu sama lain tak perlu saling menyangkal atau mendabik dada siapa yang terbaik. Bukankah hampir setiap insan melakukan itu semua dalam waktu, cara, dan tempat yang berbeda dalam keseharian?
Hidup baik adalah tema abadi yang sejak awal telah dipikirkan oleh orang bijak bestari. Pekerjaan terbesar kita bukan hanya mengulang-ulang ide mereka (ontologi) tetapi melaksanakan di mana kita bertempat tinggal (aksiologi) dengan memanfaatkan nalar (epistemologi).
Akhirnya, kebaikan itu mempunyai banyak pintu. Setelah memilih, kita akan kembali menyepi untuk berada dalam sunyi. Sejati.
No comments:
Post a Comment