Thursday, October 23, 2025

Barat dan Pesantren

Sejak kecil, saya belajar di surau, madrasah, sekolah dasar, dan kampung tempat kami tinggal. Sebenarnya saya menjalaninya apa yang diajarkan oleh ustaz dan guru tanpa harus menyoal asal-usulnya. Imajinasi saya tentang Islam itu Arab dan Barat hadir dalam poster KISS dan tentu Michael Jackson, raja pop, yang paling populer.

Kami menghapal sifat-sifat Tuhan dan menjadikannya pujian menjelang magrib dan butir-butir Pancasila, yang sumbernya adalah ideologi lokal dan Barat. Kala di pondok, saya belajar bahasa Inggris pada Rob Baedeker, sebuah pertemuan yang mengubah cara saya melihat liyan. Film TVRI Little House in the Prairie membuka horizon tentang kehidupan keluarga yang ideal dan tak mendorong untuk menolaknya sebagai strategi kebudayaan luar untuk mengguncang moralitas kami.

Di masa kuliah, kekuatan pesona Barat begitu kuat di tengah semakin kerasnya pada dogmatisme agama. Potongan filsuf dikunyah tanpa harus membacanya pikirannya hingga tuntas. Dengan menulis gagasan Ibn 'Arabi, Robert N Bellah, dan akhirnya Toshihiko Izutsu, saya pikir batas-batas pesantren dan Barat layaknya mozaik.

Ketika menikmati Ben Michael Jackson dan Habbaytak Fairuz, saya tidak lagi dipenjara oleh asal, tetapi melihatnya sebagai karya yang mengajak kita untuk hidup bersama dan penantian dengan kesabaran. Aha! Apa ini pengaruh Ahmad Wahib, yang kata Paman Faridl Rusydie, kita mewahib untuk menyelami gagasannya dalam keseharian.

Lalu, kami pun bicara dekolonisasi pengetahuan di program S3 Universitas Nurul Jadid - UNUJA, yang membuka kemungkinan cara melihat sesuatu secara berbeda tentang banyak hal. Pak Ferry Hidayat serta merta menyodorkan pemikiran lokal untuk membayangkan teori dan penerapannya dalam mencandra struktur masyarakat. Mas Kiai Fayyadl masih belum melihat sebuah mazhab Tanjung akan lahir karena belum memenuhi prasyarat untuk lahirnya pertembungan pemikiran di Paiton.

Tadi, saya dan Kiai Imdad membahas apa epistemologi Pesantren yang mungkin dihadirkan sebagai pondasi berpikir? Saya pun menimpali bahwa kala mengaji kitab Syarh al-Hikam, lulusan Universitas Ibn Khaldun ini menyebut sumber pengetahuan adalah penglihatan (bashar), pendengaran (sama') dan hati (fuad). Tentu, sebagai penjelasan singkat dalam sebuah pengajian kitab, pernyataan ini perlu uraian lebih terperinci bila hendak membangun teori pengetahuan pesantren.
 

No comments:

Barat dan Pesantren

Sejak kecil, saya belajar di surau, madrasah, sekolah dasar, dan kampung tempat kami tinggal. Sebenarnya saya menjalaninya apa yang diajarka...