Saya mencatat banyak hal dari pertemuan Konferensi Tahunan Pendidikan Pesantren I di Tebet. Namun, ada hal-hal sederhana yang saya temui selama acara berlangsung, yakni pertemuan dengan para pengelola dari latar belakang daerah maupun corak organisasi keagamaan.
Semisal, peserta sebilik saya adalah Ust Sanusi yang berkhidmat dan STIE Ganesha, lulusan pondok Sarang. Ia kini tinggal di Depok. Kami bertukar cerita dari banyak sisi kehidupan, dari rutinitas para komuter, pendidikan lanjut, dan masalah keseharian. Ia harus memastikan kehadirannya di kegiatan RT, seperti ikut serta dalam tahlilan.
Saya juga mendengar pengalaman Kiai Masruri, Darul Istiqomah Bondowoso, yang bercerita tentang lapangan sepak bola pondok yang dibuat agar santri berolahraga. Kisah santri Timor Leste yang belajar di sini menerbitkan rasa ingin tahu lebih besar apakah yang mendorong mereka belajar di Maesan?
Kiai Rifki berbagi pengalamannya belajar di Timur Tengah. Di sela menikmati sarapan, kami pun bertukar cerita hal ihwal ringan seputar perjalanan kegiatan. Pilihan menu itu menunjukkan kesadaran tentang tubuh. Saya tentu menjaga asupan agar gula ditakar sebab ia tak perlu digelontor berlebihan.
Pendek kata, gelaran tahunan ini tidak hanya apa yang berada di atas panggung, tetapi di balik dan depan pentas, yang mungkin tidak terekam kamera resmi, tetapi berbekas di hati. Bila setiap individu membawa catatannya sendiri, maka tahun depan masing-masing diuji untuk membentangkan makalah penelitia terkait peran pondok di alaf kedua.

No comments:
Post a Comment