Tuesday, March 28, 2006
Dua dunia dalam Satu Jiwa
Kemarin langit mendung, sekali-kali turun rintik hujan. Dingin menusuk tulang. Tapi, hidup terus berjalan. Sekarang, langit cerah dan terik matahari menyapu bumi. Kontras dengan peristiwa kemarin. Kekinian menjadi terasa berbeda karena saya membandingkan dengan kemarin. Semua mempunyai keunikannya sendiri. Hanya jiwa yang menilai bahwa masing-masing menunjukkan 'kondisi' yang menciptakan gambar tak tunggal. Ragam ini membelajarkan diri untuk selalu mengatakan 'ya' pada keadaan apa pun. Tak perlu gundah dan resah, saya akan hidup dalam sejarah yang acapkali tidak dimaksudkan, sebab kenyataan itu objektif.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Baca
Saya meletakkan pesan Pak Musa Asy'arie di loteng, tempat kami menyimpan buku. Berjuang dari Pinggir adalah salah satu karya beliau yan...
- 
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
 - 
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
 - 
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
 
No comments:
Post a Comment