Pagi ini, saya berangkat dari kamar, menembus rintik hujan, menuju kantin Harapan: sarapan. Kadang, saya ingin melewati masa ini, karena rutinitas ini menyebalkan. Di sana, saya bersua dengan Pak Supian dan Pak Armyn. Pertemuan yang memunculkan cerita dan tentu saja membuka pagi dengan 'wacana'. Karena spontan, tema yang muncul berlompatan. Tak fokus.
Dengan terburu-buru, saya ingin segera sampai ke ruang seminar Agama, Sains dan Pembangunan, yang akan disampaikan oleh Profesor Dr Azizan Baharuddin dari Universitas Malaya, institusi pendidikan tinggi tertua di negeri Jiran. Setelah presentasi pengantar, Dr Lily mencoba untuk menegaskan wacana pertemuan dan perbedaan tiga entitas ini.
Dalam sesi tanya-jawab, saya memprovokasi dengan mengajukan tesis: bahwa agama dan sains gagal mengawal kemanusiaan. yang pertama telah dijadikan instrumen untuk kekuasasan, baik politik maupun ekonomi, dan yang kedua telah membuat kerusakan lingkungan. Lalu, adakah alternatif lain agar pembangunan lebih memanusiakan penghuninya?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Radio, Kopi, dan Ibn Khaldun
Ronald Reagen pernah mengutip Ibn Khaldun tentang pajak. Betapa ide penulis Muqaddimah mengalir hingga jauh. Menariknya, mantan presiden Ame...

-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Rindu itu adalah perasaan akan sesuatu yang tidak ada di depan mata kita. Demikian pula, buku itu adalah jejeran huruf-huruf yang menerakan ...
-
Kata dalam judul sering didengar di tahun baru. Orang jiran menyebutnya azam. Anda bisa menyebutnya tekad. Buku ini menandai sebagian dari ...
No comments:
Post a Comment