Monday, April 17, 2006

Meraup dunia kata

Hari ini saya mengembalikan beberapa buku fiksi, di antaranya Dunia Gerilya Pram, Priyayi Kayam, Hari yang Menyenangkan Titi Bisono PI. Seperti biasa, saya menengok buku baru di lantai pertama, tapi sayang belum ada keluaran 2006. Secara acak, saya kembali meminjam beberapa buku fiksi, di antara Kritikus Adinan Budi Darma, Hadiah dari Rantau Ismet Fanani, Jentera Lepas Ashadi Siregar dan kumpulan puisi berjudul Monolog dalam Renungan Rusli Marzuki Saria.

Kebetulan di bab tujuh buku Juhl bertajuk Life, Literature, and the Implied Author Can (Fictional) Literary Works Make Truth-Claims? penulis menegaskan bahwa banyak karya literer umum mengatakan, menegaskan atau menyampaikan proposisi tertentu: bahwa manusia adalah korban tak berdaya dari kekuatan alam dan sosial, misalnya bahwa dia bahkan bisa mencapai otonomi terbatas hanya dengan memusnahkan dirinya dan seterusnya.

Dalam dunia fiksi, salah satu teori menyatakan bahwa adalah perlu memisahkan kehidupan aktual historis dari pengarang dengan karyanya. Akibatnya, fiksi dalam cara khusus terpisah dengan realitas. Mengutip Northrop Frye, Tidak ada garis penghubung yang jelas antara sastra dan kehidupan. Pembedaan antara sejarah pengarang dan persona puitiknya atau antara kehidupan seseorang dan topeng estetiknya menjadi sesuatu dogma dari kritisisme literer.

Hanya sampai di sini, saya tidak melanjutkan lagi membaca tuntas. Tiba-tiba saya mengingat kembali apa yang telah saya lakukan dalam pembacaan fiksi. Memang, di sampul belakang terdapat biodata penulis, tapi tidak lengkap hanya sekilas. Keinginan untuk menguak isi telah mendorong untuk mengejanya hingga selesai. Kadang di akhir saya hanya bergumam puas karena perasaan saya legadan jika membaca Kayam, saya selalu terbawa komenter mantan Dosen saya Pak Heddy Shri Ahimsa bahwa beliau adalah penulis yang selalu berdiri di titik luminal, luminous yang menengahi kenyataan dan dunia ideal. Meskipun samar, saya mencoba untuk menempatkan cerita Priyayi pada teori ini saya masih gagap sebab seluruh rangkaian cerita itu masih belum masuk alur.

Biarlah, saya akan coba melewati gegap-gempita teori pembacaan, malahan ingin segera membaca dan membaca lagi agar buku fiksi itu bisa bercerita banyak tentang struktur pengalaman dan kaitannya dengan kehidupan saya sendiri. Semoga!

No comments:

Syawal Keduapuluhdua

Ketika mendengar lagu "Hitam", Rhoma dan Rita, saya justru ingat kampung di waktu sore yang hangat. Sawah, madrasah, SD, bola, sur...