Sejarah penting tentang profesi yang tidak dibanggakan: pembantu rumah tangga. 
Keinginan kedua negara Indonesia (Jusuf Kalla) dan Malaysia (Mohammad Najib) untuk membincangkan 'nasib' para pekerja migran perempuan yang acapkali tidak mendapat perhatian adalah patut mendapat perhatian. Meskipun, jumlah mereka yang dianiaya kecil, tapi tidak ada pembenaran untuk membiarkan mereka yang tertindas tak mendapat perhatian. Kealpaan untuk melindungi sebuah profesi yagn rentan terhadap penindasan akan melahirkan tindak kekejaman lain yang tersembunyi dan baru tersentak setelah muncul peristiwa penganiayaan berat terhadap pembantu seperti dialami oleh Nirmala Bonat. 
Jika dilihat secara luas pembantu adalah simbol dari pengekalan 'kehidupan' borjuasi masyarakat modern yang memerlukan 'orang' yang bisa diperintah seenaknya, tanpa memperhatikan 'keterbatasan' manusia dalam bekerja. 
Semoga MoU ini segera bisa membantu 'para perempuan' yang terlantar di tempat penampungan di Kedutaan Besar maupun Konsulat di seluruh negeri Malaysia. 
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Baca
Saya meletakkan pesan Pak Musa Asy'arie di loteng, tempat kami menyimpan buku. Berjuang dari Pinggir adalah salah satu karya beliau yan...
- 
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
 - 
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
 - 
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
 
No comments:
Post a Comment