Setiap malam jumat, saya menyempatkan hadir di masjid kampus untuk membaca surat Yasin bersama. Dipimpin seorang iman, tradisi ini menghadirkan koor melantukan ayat suci, yang sebelumnya didahului dengan memohon ampunan (istighfar), surat alfatihah, shalawat pada nabi dan ditutup dengan doa.
Di luar acara ritual ini, beberapa jemaah meletakkan botol air di depan sang Imam dengan harap mendapat berkah. Teman saya, Rosdan malam itu juga sengaja membuka tutup botol seperti yang lain untuk memudahkan aliran keajaiban masuk ke dalamnya. Saya berkata, "Entar, saya juga mau minum airnya ya?"
Meskipun agar terkantuk-kantuk karena seharian saya berkutat di depan komputer, namun saya tetap mengikuti sampai akhir. Biasanya, saya merasa telah menempuh perjalanan rohani yang masih tersisa karena 'cahaya' belum nampak. Lalu, dengan nada menghibur, biarlah proses ini dijalani hingga akhirnya sampai di puncak pengalaman spiritual.
Ada beberapa menit untuk jeda sebelum dilanjutkan shalat Isya', Pak Mustar, Rosdan dan saya menghabiskan waktu bercakap-cakap di beranda Masjid tentang apa saja. Kebersamaan inilah yang makin menipiskan jarak, tapi belum juga memasuki 'batin' mereka. Tentu saja, karena saya bergelut dengan ranah batin sendiri yang masih mencari tempat nyaman untuk bersemayam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Baca
Saya meletakkan pesan Pak Musa Asy'arie di loteng, tempat kami menyimpan buku. Berjuang dari Pinggir adalah salah satu karya beliau yan...
- 
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
 - 
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
 - 
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
 
No comments:
Post a Comment