Saturday, May 06, 2006

Realitas dalam Wajah Lain

Judul buku : Documentary in the Digital Age
Penulis : Maxine Baker
Penerbit : Focal Press
Tahun : 2006
Tebal : xii+308


Ahmad Sahidah

Buku ini hendak melihat kehidupan yang sedang berjalan (berlari? on the run), gaya abad duapuluh-pertama, dokumenter di dalam era digital. Penemuan Lumière, sinematografi adalah sebuah mesin yang memfilmkan, memproses, memproyeksikan dan juga, sebagai benda mudah alih (portable), ia bisa dibawa dengan fuss yang minimum dan digunakan untuk merekam dan memperlihatkan pada audiens dunia tempat mereka hidup. Pilihan Lumière memilih untuk memfilmkan orang-orang di dalam situasi nyata, tidak pernah menunjukkan minat pada kisah-kisah dramatik. Oleh karena itu saya pikir bahwa mereka adalah bapak sejati dari bentuk dokumenter. Kenapa film dokumenter tak disuka banyak orang? Apakah kita tidak lagi menyukai kenyataan, tapi impian terus-menerus? Bukankah Nietzsche dan pengikutnya menyatakan katakan ya pada kehidupan agar kita tidak merasa terasing karena selalu memanjakan 'keinginan' yang ada di seberang? Atau memang kenyataan itu perih sehingga tak perlu dikenang? kehadiran buku ini menjadi penting karena film dokumenter belum mendapat perhatian sebagaimana film populer, bahkan di Amerika sendiri belum bisa mensejajarkan dirinya dengan film fiksi lain, meskipun dalam perayaan Oscar, ia adalah salah satu yang dinominasika untuk jenisnya sendiri. Mungkin, hanya 9/11 Fahreinheit arahan Michael Moore, ia mampu menembus pasar film komersial dan bahkan mencecap box office.

Berangkat dari kenyataan ini, kehadiran buku menjadi penting di tengah jarangnya pembahasan film dokumenter dalam buku di tanah air. Meskipun, komunitas penggiat dalam bidang ini sudah ada dan mempunyai forum tersendiri bahkan lebih jauh telah menggelar festival film dokumenter.

Sebagaimana kata penulis, filem jenis ini mempunyai pelbagai pendekatan dan genre yang berbeda. Meskipun selama beberapa tahun, produksi dokumenter yang didominasi oleh gaya estetik verite. Berbeda dengan di Barat di mana filem jenis ini masih banyak mendapat tempat, maka di sini juga perlu memperhatikan keberadaaan sebagai upaya pembelajaran publik tentang filmisasi realitas yang tidak melulu drama.

Masing-masing buku ini menelaah karya satu sutradara. Mereka, tegas penulis, adalah orang yang mempunyai keyakinan yang kaut dan nyleneh. Ada beberapa alasan pemilihan terhadap pengarah film ini, pertama, pengakuan secara pribadi terhadap hasil karya mereka dan kedua mereka mewakili sebuah pendekatan, gaya dan sikap terhadap film yang berbeda.

Buku ini lahir dari orang yang bekerja untuk dunia filem, sebagai pembuat film dokumenter untuk kebanyakan di televisi, seperti BBC, CBC Canada, Televisi Granada. Tidak itu saja, ia juga menjadi pengajar, peneliti, sutradara, produser dan editor. Tampak pengalaman panjang ini akan mengkayakan pemahaman penulis terhadap persoalan ini.

Mungkin, pembaca akan melihat buku tidak lebih dari biografi pembuat filem, namun jika ditelaah lebih jauh kita akan menemukan banyak informasi yang berharga untuk menekuri dunia yang jarang ditengok penikmat film. Mereka tidak hanya mengandalkan pengetahuan seluk-beluk tentan dunia film serta riset yang mendalam tetapi harus berdepan dengan lokasi pengambilan gambar yang berbahaya seperti di negeri yang dilanda peperangan.

Meskipun, buku ini dibuat oleh pembuat film dan untuk pembuat film lain, namun membuka kemungkinan bagi penikmat film menengok betapa sesungguhnya di balik itu ada banyak pergulatan yang memungkinkan untuk memahami realitas dalam bentuk seluloid. Ini juga akan memberi ilham bagi siapa untuk menyampaikan keyakinannya tentang satu masalah. Sebab, film hanya media dan kenyataan adalah hal lain.

*) Ahmad Sahidah
Steerring Committee Pagelaran Film Indonesia di Universitas Sains Malaysia

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...