Sebuah awal yang menarik:
Men never do evil so completely and cheerfully
As when they do it from religious conviction - Pascal
Buku ini adalah sebuah kumpulan yang merangkum pelbagai tulisan tentang kekerasan yang bisa menyergap manusia atas nama agama dan politik.
Di antara artikel yang membetot perhatian saya adalah tulisan Daphna Canetti-Nisim berjudul 'Two Religious Meaning System, One Political Belief System: Religiosity, Altenative Religiosity and Political Extremism'.
Tampak dari judul bahwa di luar agama formal terdapat agama 'pilihan lain' yang unsur-unsurnya sama dengan agama lembaga (institusionalized religion). Yang pertama berpijak pada ajaran yang 'mapan' dan yang terakhir lebih 'cair'.
Lalu, apa kaitannya dengan politik? Sebuah temuan yang menarik bahwa semakin seseorang bersikap ortodoks dalam kepercayaan agama, maka semakin lemah keterikatannya dengan garis politik-liberal di dalam politik.
Essensi Agama
Pemikiran demokratik tidak mudah menyapa iman-magis religius. Acapkali agama dihilangkan dengan kehadiran demokrasi Barat. Ini berakar dari pandangan tokoh Pencerahan Barat, Seperti Freud dan Marx, yang melihat agama adalah isu tetnang ketidakmatangan (immature) dan kekanak-kanakan (childish), tetapi agama membantu kita untuk menerima penderitaan di dunia dengan janji mendapat ganti di akhirat tanpa perlu mengambil tindakan sosial dan politik.
Mungkin, pernyataan di atas tidak dilihat secara harfiah tanpa menghadirkan konteks yang pekat. Namun demikian, sebagai sebuah kritik, ia perlu mendapat apresiasi. Selain kita juga perlu menengok pandangan pemikiran lain yang lebih simpatik terhadap agama, seperti Allport dan James. Paling tidak, menurut keduanya, agama terbagi dua jenis, instrinsik dan ekstrinsik. Pertama, agama dilihat sebagai tujuan di dalam dirinya. Jenis ini cenderung konservatif dan mengambil posisi ultra-ortodoks. Kedua, agama dipandang sebagai sarana untuk tujuan lain, terutama yang bersifat sosial dan politik dan agama mempunyai implikasi di dalam semua bidang kehidupan.
Lalu, di manakah kita berada?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Majemuk
Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment