Sunday, April 22, 2007

Mengatasi Jenuh dengan Novel

Sehabis shalat Isya di surau Basement, saya bergegas sendirian ke warung makan. Di kepala, saya membayangkan makan roti canai dan segelas teh tarik. Tambahan lagi, saya ingin memindah 'ruangan' baca ke pelataran kedai makan, ya, saya ingin melanjutkan cerita romantik Genji dan Heiko dalam novel epik Jepang yang ditulis oleh Takashi Matsuoka. Terus terang, pertama kali saya membuka sampul belakang yang menceritakan bahwa sang penulis pernah bergiat di kuil Buddha Zen, tangan ini tergerak untuk meminjamnya. Sepertinya, saya telah menemukan cara untuk 'mengkayakan' disertasi saya. Aneh, bukan? Coba lihat, judul disertasi saya "Hubungan Tuhan, Manusia dan Alam di dalam al-Qur'ān: Satu Kajian terhadap Analisis Semantik Toshihiko Izutsu melalui Pendekatan Hermeneutik". Rasanya jauh panggang dari api.

Tapi, sebenarnya novel tersebut terkait erat dengan disertasi saya. Pertama, kedua-duanya menceritakan peta kebudayaan Jepang. Kedua, Sang penulis mempunyai latar belakang yang sama, yaitu penganut Zen. Meskipun, tema dan gayanya berbeda, tetapi kedua-duanya sama-sama menceritakan tentang pergulatan manusia dan Tuhan. Saya tidak membayangkan jika tokoh yang saya teliti bisa menulis novel, mungkinkan kekayaan 'renungannya' akan juga mampu menggetarkan. Sebagaimana sang filsuf Jean Paul Sartre yang mempunyai kemampuan berfikir filsafat dan juga 'mengalihkan' bahasa yang rumit itu ke dalam sebuah novel (baca The Age of Reason di PHS1 dalam edisi terjemahan)

Lalu, mengapa saya menyiasati dengan membaca novel? Ketika saya membaca karya Izutsu Toward A Philosophy of Zen Buddhism, ternyata hal yang sama diungkapkan oleh Matsuoka dalam gaya naratif. Tentu saja, pemikiran 'diskursif' akan jauh lebih dirasakan jika ia diutarakan melalui cerita. Bukankah, al-Qur'an dalam banyak hal menyampaikan pesan moral dalam bentuk cerita (qissah)? Ya, ini dimaksudkan agar kita bisa mereguk pelajaran tanpa harus mengerutkan dahi.

Selain itu, setiap mahasiswa PhD acapkali disergap bosan dalam menulis disertasi. Nah, inilah kiat saya agar senantiasa merawat semangat dengan membaca novel, yang untungnya bisa membuka cakrawala dan membantu memahami bahasa disertasi yang kaku, rigid dan tak jarang menjemukan. Mungkin, di antara teman kita yang selalu menikmati mengerjakan disertasinya adalah Pak Nasir, karena beliau sedang menggarap novel Jean Season.

No comments:

Syawalan Kesepuluh

Senarai keinginan ditunjukkan di X agar warga yang membaca bisa menanggapi. Maklum, buku ini tergolong baru di rak buku Periplus mal Galaxi....