Monday, April 16, 2007

TKI di Negeri Orang

Rapat kecil 'sore' itu menyisakan sejuta tanya karena perhelatan yang akan digelar tangal 3 Mei melibatkan sebuah badan yang baru yang dibentuk Susilo Bambang Yudoyono, bernama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2T). Badan yang berada langsung di bawah koordinasi Presiden dan diketuai oleh Jumhur Hidayat sebenarnya pernah memunculkan kontroversi karena mengerdilkan otoritas Departemen Tenaga Kerja yang dinahkodai oleh Erman Suparno dari Partai Kebangkitan Bangsa.

Kita tentu saja tidak akan terjebak pada ranah politik karena kita berada di luar 'drama' senayan dan istana. Mahasiswa akan menjaga jarak dari seluruh kepentingan yang dibawa oleh para politisi. Meskipun, keberadaan mereka penting untuk merawat demokrasi.

Secara pribadi, saya sangat menghargai usulan Pak Mohammad Tahir, yang kebetulan bersedia memberikan sumbang saran, bahwa PPI USM harus juga merumuskan hasil pertemuan agar tidak hanya dibaca oleh birokrasi Jakarta. Paling tidak, kita juga membuat rumusan alternatif terhadap jalannya acara yang bertajuk Pekerja Bermasalah di Indonesia: Strategi Komunikasi dan Harmonisasi. Untuk itu, saran teman-teman sangat diharapkan agar strategi pembacaan kita terhadap diskusi ini juga turut mewarnai kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah RI.

Rapat kecil sore itu dihadiri oleh Mas Baim (ketua Sidang), Mas Tejar (sekretaris), Mbak Forient (Koordinator Luar), Mbak Nia dan Mas Supri, Mas, Pak Tahir, Mas Maulana, Mas Taufik, Mas Ayi, Mbak Wulan dan saya sendiri. Percakapan sempat 'memanas' karena ragam pandangan terhadap acara ini muncul. Untungnya, semua yang hadir bisa menampilkan kematangan baik ecara emosional dan rasional. Saya rasa ada penanda yang bisa menyatukan perbedaan, yaitu huruf I pada organisasi kita PPI.

Senyampang acara ini masih lama, alangkah baiknya teman-teman Mahasiswa Indonesia turut memberikan saran agar aktivitas ini tidak hanya sebatas seremoni dan diskusi alot, tetapi lebih jauh mampu mengubah keadaan. Kalau kita perhatikan sebenarnya 'masalah' TKI telah dirumuskan dan diberikan jalan keluar oleh berbagai organisasi yang menaruh perhatian pada buruh, baik di tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia, misalnya, kita bisa membaca pandangan pegiat Buruh Migran, Mbak Anis atau rekomendasi yang telah dihasilkan oleh Human Rights Watch yang berbasis di Amerika.

Sekarang, menurut saya, kita tidak lagi belajar bagaimana mencari 'solusi' dari masalah yang membelit tenaga kerja kita di sini, tetapi mendorong pemerintah untuk segera meratifikasi International Convention the Rights of All Migrant Workers, sebagaimana diusulkan oleh Prof. Dr. Jorge Bustamante dari PBB bagian Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran. Tanpa ini, kita sepertinya ingin menegakkan benang basah. Susah, bukan?

Namun demikian, saya sangat menghargai usaha pengurus PPI untuk menggelar lokakarya bekerja sama dengan Badan Baru yang dibentuk oleh Presiden RI untuk membantu TKI, tanpa harus direcoki kecurigaan bahwa ini tidak lebih dari gimmick dari sebuah akrobat kekusaaan menjelang pesta demokrasi tahun 2009.


Ahmad Sahidah
Anggota PPI USM

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...