Kemarin, kawan karib Melayu mengajak saya untuk menemaninya ke pusat perbelanjaan terbesar di Pulau Pinang, Queens Bay. Muzammil ingin mengirimkan uang ke saudaranya di kampung melalui MayBank Cabang Queens Bay. Jam 3 sore, kami berangkat dari kampus dalam keadaan langit masih gelap karena siang harinya hujan deras. Awan masih bergelayut manja. Di sana, kami memarkir mobil Hyundai Accent itu di bawah tanah, tidak seperti biasanya di lantai 5. Memang lebih mudah dan nyaman karena tidak harus berputar-putar.
Di bank, kawan asal Kedah ini meminta dua slip, satu kiriman RM 500 (Rp 1420 000) dan satunya RM 100 (Rp 284 000). Uniknya di kantor ini gambar yang seharusnya dilekatkan Menteri Besar (gubernur) Pulau Pinang, Lim Guan Eng, kosong. Sementara di sebelahnya, ada raja dan permaisuri serta perdana menteri. Adakah ini karena pihak oposisi tidak dianggap cukup berarti oleh pemilik perusahaan?
Baru kemudian, kami meluncur ke LG (lower ground) untuk membasahi keronkongan dengan minuman. Dengan memesan nescafe es, kami duduk di sudut sambil berbincang. Dia memesan masakan Jepang seharga RM 6.1 (Rp 17.324) karena belum makan siang. Saya mencicipi daging ayam dan mushroomnya untuk merasai kelezatannya. Lumayan! Dingin es kopi itu membantu menghilangkan tegang karena menyusuri jalan panjang di mall pinggir laut itu. Saya pun membaca koran Berita Harian yang memuat berita penambahan subsidi RM 800 juta yang diambilkan dari bajet pendidikan karena proyek untuk pengembangan infrastruktur Perguruan Tinggi bisa ditunda. Angka ini sangat kecil dibandingkan bajet keseluruhan untuk Kementerian Pengajian Tinggi RM 18.2 milliar.
Setelah menyesap tetes akhir minuman, saya dan dia beranjak menuju toko buku Borders (Books Music Movies Cafe). Di sana saya menimang-nimang buku Social Roots of Malay Left yang ditulis oleh tokoh intelektual ternama Malaysia, Rustan A Sani. Akhirnya saya merogok kocek RM 18 (Rp 51.120) untuk memilikinya. Warna merah menyala buku itu seakan pertanda kekiriannya. Pesona Rustam yang sama-sama saya baca ketika kematiannya beberapa bulan yang lalu memantik saya untuk mengerti pemikirannya. Kebetulan, ayahnya Ahmad Boestaman juga dikenal sebagai tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan Malaysia dan berasal dari tradisi Minang.
Selain itu, saya menambah mimpi baru dengan mencatat buku yang akan saya beli jika memiliki uang lebih, yaitu Existensialists and Mystics: Writings On Philosophy and Literature oleh Irish Murdoch (Penguins). Harganya cukup mahal, RM 88.90 (Rp 252.476). Saya sempat mencatat sebuah kutipan di pengantarnya, Literature entertains, it does many things, and philosophy does one thing (Men of Ideas, Some Creators of Contemporary Philosophy, 1978).
Akhirnya, kami pulang dan mampir ke toko roti di lantai bawah untuk menjejal perut ini nanti dengan rasa keju. Ya, kami telah pernah membeli roti di sini sebelumnya. Harga sepotong roti RM 1.59. Cukup mahal jika dibandingkan kue di kantin mahasiswa yang berkisar RM 0.40. Tapi, lain harga tentu lain di rasa, bukan?
No comments:
Post a Comment