Wednesday, July 23, 2008

Apuse Kokondao dan Ampar-Ampar Pisang

Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik, mengajari kami menyanyi dengan diiringi piano. Tak hanya sekedar melantukan lagu, tapi kami mencoba untuk membahas kemungkinan penyertaan persembahan opera dan koreografi yang menambah cemerlang penampilan. Ya, latihan ini adalah sebagian dari kegiatan untuk mendukung Malam Budaya Indonesia di Universitas Sains Malaysia dalam tajuk Sparkling Indonesia.

Saya sendiri tidak mengerti makna lagu, tapi menyanyikannya sepenuh hati. Saya mengandaikan sedang membaca mantra, yang hanya berharap ada tuah jika mengulang-ulang kata, yang saya yakin itu menunjukkan ekspresi manusia yang tulus dan riang. Lagu Kalimantan di atas juga dinyanyikan beberapa kali untuk menemukan kekompakan antara kami. Akhirnya, sesi ketiga adalah lagu kebangsaan, Indonesia Tanah Air, yang betul-betul menjadi penutup yang manis karena lagu ini menyeret saya ke masa lalu, masa kecil yang tak direpotkan oleh gundah gulana dan risau.

Di sela-sela berlatih, Stenly, Wahyu, Yunita, Tetty dan saya saling melempar cerita untuk memancing tawa dan canda. Mungkin di sinilah sebenarnya kita bisa berbagi banyak hal yang lahir secara spontan. Dari mereka, saya menemukan kiat dan model menjalani pertemanan. Dengan gaya masing-masing mereka menyampaikan pesan pada saya, bahkan tak jarang kritik yang terselubung. Suasana yang hangat membuat segala sesuatu terasa menyenangkan.

Malam nanti, latihan juga akan dilakukan untuk makin menumbuhkan apresasi terhadap lagu dan menyemai kedekatan antara peserta. Lebih dari itu, saya rasa ini adalah cara kami merawat Indonesia, melakukan kegiatan tanpa pamrih dan menjalin silaturahmi di antara mahasiswa yang ada di tanah jiran ini. Kedalaman pertemuan akan membantu kita menepis prasangka yang acapkali muncul jika kita bersua dengan perbedaan. Oleh karena itu, kita seharusnya tak lagi disibukkan dengan perbedaan, karena memang itu niscaya. Sudah saatnya, kita merayakan kesamaan sebagai manusia agar hidup tidak melulu muram. Itu saja!

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...