Ternyata, sesampai di sana, band Tequelectric sedang latihan, sehingga kami menunda sejenak untuk melakukan gladi bersih untuk terakhir kali. Namun tak lama kemudian, akhirnya kami melakukan latihan. Indonesia Pusaka, Apuse dan Ampar-Ampar Pisang dan selarik puisi berjudul Sepi tak Berujung adalah menu kami yang harus dikunyah dan akhirnya dilantunkan dengan sepenuh jiwa.
Menjelang jam 8 malam, bapak dan ibu konsul datang. Panitia terkejut atas kedatangan wakil pemerintah Indonesia di Pulau Pinang ini sebelum acara dimulai. Ternyata, beliau berdua sengaja datang lebih awal karena baru selesai mengikuti acara Fareview di gedung Dewan Budaya, sebelah Dewan Tunku Syed Putera, tempat malam budaya akan digelar. Saya dan isteri menemani mereka untuk menunggu acara dimulai di ruang VIP lantai atas. Lalu, disusul kemudian oleh Saudara Irfan, ketua Persatuan Pelajar Indonesia USM. Katanya, Mahda memberitahu kalau Bapak Munir, konsul RI, datang.
Akhirnya upacara pembukaan segera akan dimulai. Seluruh undangan diminta masuk dan kehadiran Pak Munir dan Isteri di ruangan yang luas itu diiringi lagu daerah. Saya pun menyelinap ke balik panggung untuk menyiapkan diri tampil. Setelah acara sambutan, pelbagai seni budaya Indonesia dipanggungkan, seperti Tari Saman yang dibawakan dengan kompak oleh mahasiswa Universitas Presiden Jakarta, Tari Poco-Poco oleh putera-puteri dari mahasiswa PhD Indonesia di USM, Tari Prawiro dan akhirnya sesi kami, membawakan lagu daerah di atas, dan muskik angklung.
Di tengah keterbatasan panitia, tentu acara ini sangat penting untuk belajar merawat kebudayaan yang mungkin sudah tak dinikmati seperti dulu lagi. Dukungan dari banyak pihak tentu meringankan kerja panitia yang telah banyak mengubah konsep semula tentang acara ini. Memang, panitia mendapatkan dukungan dari Departemen Budaya dan Pariwisata untuk menyampaikan kampanye visit Indonesia 2008, sehingga malam budaya ini benar-benar menjadi malam Indonesia di negara tetangga. Cuplikan video kunjungan wisata Indonesia 2008 yang ditayangkan mampu menggugah cita rasa estetik penonton betapa negeri nusantara ini indah permai.
Penonton yang hadir cukup mewakili ragam bangsa seluruh dunia, seperti Timur Tengah, Iran, dan Eropa, termasuk mahasiswa Malaysia. Mereka tentu akan mengenal lebih dekat keadaan Indonesia yang elok. Malah, teman kami dari Iran, Mustafa (lihat gambar sebelah), sengaja merekam persembahan kami dari balik panggung hingga kami mementaskan persembahan di atas. Sebuah sudut pandang penggambaran yang menentramkan.
Tentu, persembahan musik Tequelectric menampilkan sisi lain dari malam kebudayaan, karena ia adalah adaptasi terhadap fenomena kebudayaan modern. Tambahan lagi, penampilan jazz band kampus benar-benar mengusung cara ungkap komunitas lain dalam merayakan kebersamaan. Mungkin, kehadiran The Times, band indie lokal, adalah penutup yang manis karena penonton berdesakan ke depan panggung untuk berjingkrak. Saya tentu tidak turut turun karena usia tua menghalangi untuk mengimbangi gairah anak muda mengusir dingin AC yang makin menusuk.
No comments:
Post a Comment