Pembuka: Once dengan Dealova
Hari pertama di rumah baru, saya masih belum melakukan kegiatan rutin, seperti membaca, menulis dan mendengarkan lagu – kebetulan pada waktu itu sedang menikmati nyanyian dari radio Hot FM. Sekarang, semuanya berjalan seperti biasa. Apalagi, sore itu saya betul-betul merasakan nyaman karena udara segar setelah semalaman hujan, dan bahkan hingga jam 9 pagi. Bumi basah dan burung bernyanyi lebih riang.
Rumah baru yang terletak tak jauh dari kampus berada di lantai delapan, nomor 15. pemiliknya telah merenovasi rumah berukuran 10x7m menjadi tempat yang nyaman. Saya bisa menjadikan kamar satunya tempat membaca dan menulis. kamar mandinya juga telah diubah, berbeda dengan aslinya. Saya bisa menggunakan bak air yang dibuat kecil di pojok, meskipun shower tetap dipertahankan. Dasar bawaan sejak kecil!
Sore hari, ketika matahari terhalang awan, keadaan tampak muram. Saya pun tak ingin larut dalam keadaan sebegini. Dengan ditemani radio, saya melanjutkan membaca novel 24 Wajah Billy. Hanya 20 menitan, saya beranjak dan menengok jam menunjuk pukul 7.30, pertanda Magrib akan tiba. Lalu, dengan bergegas, saya mengambil kopiah untuk menunaikan shalat berjamaah di surau bawah flat. Di sana, saya berkenalan dengan pekerja asal Pakistan bernama Naim. Dia sudah bekerja di negeri jiran selama 3 tahun. Dia juga yang melantukan azan dengan nada yang unik.
Ada sekitar 6 orang yang mendirikan shalat jamaah. Saya pun diminta untuk menjadi imam. 4 orang berkebangsaan Pakistan dan 1 orang saya rasa dari Afrika. Malah, sebelum azan, saya sempat bertukar cerita dengan Naim, salah seorang imigran, yang tampak fasih berbicara bahasa Melayu. Kemudian, setelah dia melantunkan azan, saya berdiri di depan pintu dan tiba-tiba dua orang Pakistan yang lain datang seraya menghampiri dan menyalami saya. Bagi saya, bersalaman dengan orang asing menunjukkan ketidakterasingan dan ini hanya bisa dilakukan di surau atau masjid. Kebersamaan dan persaudaraan mudah tercipta di sini. Sayang, surau di flat ini tak ramai dengan jamaah, sama dengan nasib surau-surau yang lain di muka bumi ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Majemuk
Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment