Kami telah merencanakan beberapa hari sebelumnya untuk mengunjungi pasar malam dekat kampus, tepat di daerah Sungai Dua. Setelah menyiapkan catatan belanja, kami berdua berangkat selepas Maghrib. Untuk sampai ke tempat tujuan, kami mengambil jalan pintas dengan melewati kampus. Sebelum memasuki arena, jalanan udah disesaki oleh kendaraan. Biasanya, kami memarkir motor di depan rumah penduduk yang berada di simpang tiga.
Pertama kali, kami belanja sayuran dan bumbu, seperti bawang, cabe besar (RM 1.2 untuk 100 once) dan kecil, telor (RM 2.9 untuk sepuluh biji) pada seorang pedagang India. Lagi-lagi, saya harus berjumpa dengan serombongan pekerja Indonesia yang juga berbelanja. Dari bahasanya, saya mengenal mereka adalah orang Jawa. Malah, saya bersua dengan mahasiswa Indonesia, Mas Noval dan Pak Faisal yang juga tampak menikmati riuh rendah pasar malam.
Niat untuk membeli carimuthu, alat penghalus bumbu, tak tertunai. Kami hanya berhasil membeli alat penggorengan (sotel), sendok nasi pada penjual China seharga RM masing-masing RM 4 dan RM 1. Tampak, penjual ini sangat ramah dan betul-betul menghayati bahwa pembeli adalah raja. Agar acara belanja lebih menyenangkan kami sempat mampir ke penjual minuman es kelapa yang dicampur es krim pada penjual Melayu. Sekali-kali saya menyeruput minuman dingin untuk membasahi tenggorokan. Setelah puas-puas keliling, kami pun beranjak pulang.
Namun, kami tak segera kembali ke rumah, tapi mampir sejenak di gardu tempat tunggu depan kampus. Di sana, kami duduk sambil menikmati air kelapa yang menjadi teman menikmati malam. Tak lama, saya bilang pada Bunda untuk shalat jamaah Isya di masjid kampus, dengan berlari kecil saya menuju tempat wudhu dan dengan langkah besar saya mengisi barisan kedua. Karena terlambat, saya harus melanjutkan shalat agar sempurna empat rakaat. Karpet lembut terasa nyaman di dahi dan saya melafazkan doa dengan sepenuh hati.
Setelah usai, saya membalikkan badan dan berjalan pelan sambil memerhatikan anggota jamaah yang lain. Seperti biasa, mahasiswa dari Timur Tengah tampak berbincang-bincang, ada yang duduk melingkar, berdiri dan sambil berjalan. Mereka adalah jamaah setia dari Masjid Kampus. Mungkin, kalau tak ada mereka, masjid ini hanya dimakmurkan sedikit orang. Malah, ketika mengambil sepatu, saya melihat empat orang Arab bercakap-cakap di bibir masjid.
Saya pun memuaskan malam itu dengan nongkrong di gardu kampus. Tak sengaja, saya melihat sebuah keluarga yang mempunyai tiga anak lelaki dan dua anak perempuan sedang berjalan bersama keluar dari halaman masjid. Untuk kesekian kalinya, saya terserempak dengan mereka. Luar biasa, mereka selalu setia mengunjungi rumah Tuhan. Kadang, kepala keluarga ini, seorang lelaki dengan jambang yang lebat, mengimami shalat jamaah. Sebuah potret yang menentramkan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Majemuk
Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment