Untuk pertama kalinya saya akan merayakan pesta demokrasi di luar negeri. Tidak hanya itu, saya juga terlibat dalam Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Perwakilan Indonesia di Konsulat Jenderal Republik Indonesia. Jauh hari sebelumnya saya telah diminta untuk membantu kepanitiaan ini.
Baru hari ini, kami berkumpul untuk membicarakan perhelatan lima tahunan ini di ruang musyawarah KJRI. Peserta yang terdiri dari unsur mahasiswa, dosen, staf KJRI dan masyarakat Indonesia merumuskan kerja beberapa bulan yang akan datang. Hal teknis berkaitan pengisian formulir yang disebut A LN sempat memunculkan perdebatan karena isian Nomor Paspor tidak boleh tidak harus diterakan, padahal ada sebagian warga Indonesia di Malaysia yang tidak berdokumen atau tidak memperpanjang paspor tetapi mempunyai kartu tanda penduduk Indonesia.
Pertemuan pertama ini tentu adalah awal yang baik karena kami telah memulai pembagian kerja tanpa harus disibukkan oleh belum turunnya kucuran dana dari Jakarta. Paling tidak, ini pembelajaran bagi kita bahwa bangsa kita masih selalu dalam keadaan 'darurat' sehingga memerlukan langkah-langkah terobosan dari kebuntuan ketidakcakapan anggota Komite Pemilihan Umum. Mahasiswa dan masyarakat berada dalam posisi ini.
Dengan berkumpul, kita akan menyelami watak dan gaya orang di ruang resmi dan tidak. Tambahan lagi, dari mereka, saya belajar bahwa kerjasama menuntut masing-masing individu mau bersuara dan mendengar. Ada banyak ide dan gagasan yang membuat kerja kepanitiaan lebih mudah dan terarah. Mengurai 45 ribu pemilih dalam program kerja adalah tidak mudah, tetapi kehendak melakukannya dengan hati dan pikiran akan membantu menyempurnakannya.
Di sela-sela rapat, saya keluar untuk ke toilet dan sempat terhenti karena dengan jelas melihat puluhan tenaga kerja wanita Indonesia yang tinggal di bagian belakang kantor konsulat sedang makan. Mereka adalah para pekerja yang 'terlempar' karena bermasalah dengan majikan. Pemandangan yang mendatangkan iba karena mereka harus terkurung di sana untuk menunggu cemas nasibnya. Saya rasa perwakilan kita di sana telah berbuat banyak untuk menjadi rumah bagi mereka yang sedang berjuang hidup mati di negeri yang jauh dari tempat kelahirannya. Malah, ada seorang perempuan dengan bayinya di tengah kerumuman kawan senasib.
Lalu, apa makna demokrasi bagi kerja kepanitiaan dan pemandangan di atas?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Majemuk
Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment