Kemarin, saya menghadiri kenduri tetangga yang mensyukuri khitanan anak bungsunya. Sebelumnya, pagi-pagi ibu-ibu telah memulai kegiatan untuk menyiapkan menu untuk perhelatan ini. Mereka pagi-pagi telah pergi ke pasar dan bahkan ke pasaraya, TESCO. Saya sendiri mengasyiki kesibukan berburu buku ke perpustakaan.
Jam 5 sore, para undangan berdatangan. Dengan sendirinya, lelaki dan perempuan terpisah dan asyik dengan perkumpulan masing-masing. Dalam acara seperti ini, kami telah merekatkan hubungan ketetanggaan dan sekaligus menyemai keakraban. Perbedaan yang selama ini kadang tampak menganga, ternyata hanya setipis kulit ari. Kata, tawa dan canda menjadi perekat kebersamaan.
Terus terang, inilah pertama kali selama enam bulan tinggal di flat saya betul-betul menemukan rumah karena satu-satu lain berteguh ramah dalam kehangatan. Padahal, ketika pertama kali menempati rumah 'baru' itu, saya merasa disergap sepi. Asing. Mereka yang berada di sekeliling saya seakan-akan tidak terjangkau. Ternyata, hanya dengan senyum dan sapa, kebekuan itu luruh. Sekarang kami menuai hasil, bahwa hidup itu lebih nyaman dengan tegur sapa karena masing-masing saling menyangga. Lalu, mengapa menista bahwa hidup itu redup?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Mainan
Mengapa anak perempuan bermain masak-masakan dan anak lelaki mobil-mobilan? Kata tanya mendorong mereka untuk berpikir. Pada gilirannya kita...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment