Friday, June 26, 2009

Buah Tangan dari Teman Karib


Saya menyukai kudapan ini. Oleh-oleh yang dibawakan teman dari Bandung sempat juga didinginkan dan ternyata enaknya bertambah-tambah. Untuk memperlama kenikmatan, saya mengasupnya satu biji setiap hari. Kata sang filsuf yang sempat mampir di benak, kenikmatan itu adalah kemampuan menahan diri. Ya, saya belajar untuk tak mengumbar mengasup makanan sekali asup. Ada semacam upacara yang perlu mendahului, pagi-pagi sekali saya telah menyangga perut ini dengan kudapan ini, lalu minum kopi panas.

Saya membiasakan mengisi perut dengan makanan sebelum kopi menghajar lambung. Jika tidak, lambung merasa perih. Hebatnya lagi, pencernaan lancar dengan minuman yang terakhir ini. Meski, kadang tebersit, bahwa saya tak perlu meminumnya tiap hari karena tak baik bagi kesehatan jantung. Kadang, pagi hari, saya hanya minum teh-jahe untuk menghangatkan badan.

Oh ya, kawan baik itu tak hanya memberi kami Legieta di atas, tetapi juga memberikan bumbu pecel, yang terdiri dari bahan utama kacang yang ditelah ditumbuk. Meski akhirnya diolah tanpa rempeyek, saya menikmati makanan ini dengan krupuk dan tempe goreng. Tanpa mengabaikan menu yang lain, saya sangat menikmati hidangan seperti ini. Bahkan, setiap hari saya bisa melakukannya tanpa merasa bosan. Ya, kadang saya belajar melawan jemu dengan melakukan hal yang sama setiap hari, termasuk makan. Kadang gagal, tetapi saya menjalaninya.

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...