Wednesday, April 28, 2010

Membaca


Anak kecil ini belum bisa berbicara, hanya suara samar yang belum berupa kata. Sepintas, ia sedang membuka buku. Namun, tak lama kemudian, anak berusia setahun ini mencopoti pelekat sebagai petanda bahwa halaman itu penting atau menarik. Lebih lama lagi, tangannya akan menyobek, sebagaimana telah dilakukan pada surat kabar yang 'dibacanya'. Mungkin, belum waktunya ia membaca, sehingga ikhtiar orang tuanya memberinya bacaan berakhir sia-sia.

Jika kalimat di atas tak diterakan, pelihat mungkin menerka sekecil itu bisa membaca. Malah jika diberikan penerang (caption), seorang anak sedang membaca novel Maryamah Karpov Andrea Hirata, siapa pun bisa memercayainya. Pendek kata, gambar-gambar yang berseliweran di sekitar kita menyimpan banyak kemungkinan pemaknaan. Ada banyak kehendak dalam gambar yang kadang tak sempat dinyatakan, malah ada sebagian yang disembunyikan. Namun apapun, membaca itu sejatinya keperluan yang tidak bisa ditunda.

Kegagalan membaca dengan baik telah membuat keadaan centang perenang. Pada waktu yang sama, membaca itu dibuka dengan sebuah keyakinan terhadap produksi makna yang riskan berbeda satu sama lain. Jika ini yang menjadi kepercayaan, kita pun senang, tak perlu merengut hanya karena orang lain memberikan tafsir yang tak sama. Kekusutan itu pun bisa diurai. Perbedaan itu pun tak menjadi penghalang.

3 comments:

annaz 安阿兹 said...

Anak comel itu anak mas Ahmad kah?

Ahmad Sahidah said...

Ya, anak sulung, lahir kat Penang. Doakan agar rajin membaca seperti Mbak Ann.

annaz 安阿兹 said...

Ya...dan bijak menulis seperti bapanya, mas Ahmad

Mainan

Mengapa anak perempuan bermain masak-masakan dan anak lelaki mobil-mobilan? Kata tanya mendorong mereka untuk berpikir. Pada gilirannya kita...