Wednesday, June 30, 2010

Mall dan Ruang Publik


Ruang publik merupakan arena interaksi diskursif, tempat pelbagai kelompok berbagi gagasan dan kepentingan untuk kehidupan bersama yang lebih baik. Mall sekarang telah menempati fungsi itu karena pelbagai kegiatan untuk keperluan khalayak juga dihelat di sini, seperti perbincangan tentang kehendak untuk membuat lingkungan lebih ramah lingkungan (sustainable environment). Gambar di atas adalah pelengkap dari sebuah ikhtiar untuk menghijaukan lingkungan di sebuah pasaraya, Pulau Mutiara. Bagaimanapun, masyarakat lah semestinya memelopori perubahan cara berpikir dan bertindak menghadapi pemanasan global yang diakibatkan percepatan teknologi. Jika masyarakat abai, maka kita memerlukan pemerintahan yang kuat yang bisa memaksa warga untuk menaati aturan penjagaan lingkungan.

Singapura berhasil melakukan itu. Indonesia tersengal-sengal mewujudkan masyarakat yang peduli terhadap sampah, misalnya. Demikian pula yang mendesak adalah undang-undang berkaitan dengan pembatasan rokok yang mangkrak hingga kini. Padahal, upaya mengurangi rokok amatlah penting untuk mengelak kerugian yang lebih besar. Malangnya, wakil rakyat memble, hanya bercakap besar, tetapi gagal meloloskan UU ini dengan segera. Untuk itu ruang publik yang memerantarai negara (the state) dan ekonomi perlu dimanfaatkan untuk melahirkan tindakan politik yang menguntungkan orang ramai.

Kedigdayaan perusahaan rokok besar mengangkangi 'ruang publik' dengan iklan telah mengebiri akal sehat banyak orang. Untungnya, mall selamat dari asap. Di pintu masuk, ada tempat untuk mematikan puntung rokok. Meskipun demikian, kita masih menemukan warung kopi mengizinkan perokok untuk mengepulkan asap tanpa batas yang jelas. Padahal tidak semua pengunjung tahan dengan bau asap. Apa lacur, di Republik ini batas pribadi dan publik tumpah tindih.

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...