Untuk menambah pengetahuan, kami pun pergi ke kantor agama propinsi, berjumpa salah seorang pegawainya untuk berbagi cerita. Di sana pun, kami mencoba mencari asal-muasal ajaran sesat, tetapi juga bertukar kabar tentang genealogi pemikiran keagamaan di Pulau Pinang dan sekitarnya. Mungkin, ini akan selalu terjadi, kita akan berbincang hal ihwal di luar kewajiban, mencari tahu tentang pertanyaan penelitian. Lalu, setelah informasi di tangan, kami pun pamit dan sempat berfoto di depan kantor. Malah, kami sempat membeli goreng pisang dan ketela.
Selanjutnya, kami berempat, Halim, Ismae, dan Saiku menuju pantai. Di sana, cerita mengalir sahdu di tepi laut yang berlatar jembatan terpanjang di Asia Tenggara. Kebetulan, si pemilik kedai mau bergabung dan bercerita bahwa pihak berwenang memintanya untuk pindah karena warung ini tidak memenuhi syarat, seperti tempat pembuangan air kumbahan, fasilitas kamar mandi dan tentu mengambil ruang publik, pantai. Aha, ternyata saya selalu menemukan masalah setiap kali ingin mengerti tentang hidup.
No comments:
Post a Comment