Kedaulatan Rakyat, 05/11/2010 08:54:23 Pernyataan Dato’ Seri Ahmad Zahid Hamidi, Menteri Pertahanan Malaysia, bahwa negeri jiran itu akan membantu Indonesia tentu melegakan banyak pihak. Meskipun demikian, politikus berdarah Yogyakarta ini tetap menunggu lampu hijau dari Indonesia. Untuk kesekian kalinya, melalui bekas ketua Pemuda UMNO ini, negeri jiran mengulurkan bantuan pada korban bencana alam di sini. Sebenarnya, pemerintah Indonesia juga melakukan hal serupa, meskipun tak sebanyak Malaysia karena bencana di negeri ini tak kunjung henti dan terjadi di banyak negeri. Tak hanya itu, mahasiswa kedokteran asal Malaysia yang belajar di Universitas Negeri Surakarta dan Universitas Gadjah Mada turut turun ke lapangan untuk menjadi sukarelawan (Utusan, 28/10/10). Berita seperti ini tentu menyerap ke dalam kesadaran warga di sana betapa mereka begitu baik dan rela membantu saudaranya. Tak ayal, kebaikan ini diungkit ketika segelintir demonstran yang membakar bendera Jalur Gemilang di depan kedutaan besar Malaysia di Jakarta. Mereka heran dengan ulah sekelompok orang yang memperlakukan saudaranya dengan kasar sementara mereka tak pernah menyakiti dan bahkan menyantuni warga Indonesia yang ditimpa bencana? Padahal, di tengah hubungan yang naik turun ini, keduanya telah menjalin hubungan yang erat untuk memastikan kerja sama dalam pelbagai bidang berjalan baik. Malaysia menanamkan modal dalam bidang perbankan, perkebunan, perminyakan dan pariwisata. Malah, bank CIMB Niaga menangguk keuntungan hingga Rp 1,79 triliun untuk tahun 2010. Dengan kenyataan ini, pemangku kepentingan harus segera memikirkan komunikasi efektif dengan negara tetangga agar riak permusuhan tak menyebabkan gelombang pertengkaran. Bagaimanapun, pembiaran isu perselisihan akan menyeret pada kemungkinan kerugian yang ditanggung keduanya. Sementara, pemulihannya tak mungkin disemai dalam waktu singkat. Apalagi, dengan penerbangan dua kali dari Kuala Lumpur-Yogyakarta, sepatutnya maskapai penerbangan Air Asia, MAS dan Garuda Indonesia, akan lebih banyak mengangkut penumpang yang akan berkunjung ke kota ini. Yogyakarta adalah kota yang relatif dikenal di negeri jiran itu. Apa lagi, iklan Visit Indonesia selalu memasukkan kota pelajar ini sebagai bagian dari daerah yang layak untuk dikunjungi. Namun, program yang tidak dilakukan oleh Yogyakarta adalah kerja sama antara pemerintah daerah untuk mewujudkan kota kembar (sister city) dengan negara yang setiap hari berhubungan secara langsung dalam banyak kegiatan ekonomi dan politik secara intensif. Biasanya, proses di atas diikuti dengan universitas kembar. Sebenarnya, kerja sama antara perguruan tinggi telah dilakukan dengan menyelenggarakan seminar internasional bersama antara Universitas Gadjah Mada dan Universitas Malaya. Dengan kekuasaan pengetahuan yang ada pada mereka, isu terkait dengan pertikaian dua negara sepatutnya bisa didiskusikan secara lebih rasional dan berkepala dingin. Namun, apa lacur, tidak semua kalangan akademikus mempunyai pandangan yang sama tentang isu yang seringkali muncul berulang-ulang. Untuk itu, kita memerlukan kuasa lain untuk turut mendorong dialog lebih sehat, politikus dan media. Keduanya harus memastikan bahwa penghalang hubungan dua negara selalu bersumber pada masalah lapuk. Kadang tak dapat dielakkan, provokasi media dan politisi membuat emosi khalayak luas ikut tersulut. Meski mayoritas orang tak bertindak kasar, namun coretan di media sosial, seperti Facebook dan Twitter, membuat cemas banyak orang yang ingin melihat hubungan kedua negara berada pada kedudukan setara. Untungnya, banyak politikus dan media yang lain berusaha untuk melihat persoalan secara lebih jernih. Adalah tidak keliru mengungkit perlakuan tidak adil negara tetangga terhadap buruh migran Indonesia, misalnya, tetapi pada waktu yang sama kita di sini tidak bisa menafikan usaha aparatur di sana untuk menyelesaikan masalah yang mengganggu keduanya. Contoh yang masih segar di ingatan adalah peristiwa tragis yang menimpa Win Faidah, buruh migran asal Pacitan, yang harus menanggung penderitaan batin yang dahsyat karena diperkosa oleh majikannya. Tak hanya itu, siksaan fisik yang dialami turut merusak tubuhnya. Namun, hanya dalam hitungan hari, pihak aparat berhasil meringkus sang majikan yang berkebangsaan India. Simpati pun datang dari pejabat publik lokal, seperti gubernur dan kepala polisi daerah. Media pun turut memberitakan tragedi ini sehingga ia menjadi peringatan agar hal serupa tak berulang dan pelakunya segera dihukum berat. Pendek kata, kejahatan kemanusiaan harus diadili, tanpa harus memantik isu bahwa itu dilakukan oleh warga Malaysia secara keseluruhan. Harus diakui, sebagian besar pekerja kita di sana bisa mencari nafkah dengan baik. Pada waktu yang sama, tantangan yang jauh lebih besar adalah memastikan agar hubungan kedua negara bisa berlanjut secara mulus. Keduanya telah banyak mempertaruhkan modal dan menandatangani kerja sama untuk keuntungan kedua belah pihak. Jika ulah segelintir orang merusak kehendak yang lebih besar itu, kita takluk pada gertakan sekelompok kecil masyarakat yang marah. Apalagi, iklan Visit Indonesia ditayangkan kembali di televisi Malaysia, yang tentunya menyedot anggaran cukup besar dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI. Dengan makin banyaknya tujuan daerah wisata yang dijual ke warga negara tetangga, diharapkan limpahan wisatawan tak hanya berkisar di daerah terkenal, seperti Bali dan Jakarta. Yogyakarta sepatutnya mengambil inisiatif untuk mendorong kerja sama dengan kota-kota yang ada di Semenanjung untuk menarik turis dan investasi. Adalah aneh jika kota pelajar ini bisa menjalin dengan kota-kota di dunia, seperti Kyoto Jepang, Toeloes Perancis, Estevan Iran, Gangbuk-gu Korea Selatan, Hu, Vietnam, Hefei China, Baalbek Libanon dan lain-lain, namun tidak mau melirik potensi yang jauh lebih besar dengan kota-kota negeri tetangga. Tentu, kita tidak mengabaikan kerja sama dengan negara-negara yang berada nun jauh di seberang, namun alangkah mendesaknya hubungan dengan negara terdekat terjalin lebih akrab. Ini terkait dengan kemungkinan arus kedatangan turis karena faktor jarak dan biaya. Demikian pula, hubungan yang terawat ini akan makin memudahkan kedua belah pihak untuk memantau perkembangan tenaga kerja asal Yogyakarta yang bekerja di seantero Malaysia. Maukah kita? q - k. (1906 A-2010). *) Ahmad Sahidah PhD, Fellow Peneliti Pascadoktoral di Universitas Sains Malaysia. |
Saturday, November 06, 2010
Yogya Menyangga Hubungan Serumpun
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Falsafah Ta'wil
Sepulang sekolah, saya mengajak Biyya ke JNE untuk mengirim sebuah buku pada pembeli. Peminat memberitahu saya melalui media sosial. Karya i...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment