Tak banyak yang berkunjung pada waktu itu. Hanya rombongan dari Malaysia dan sebuah keluarga Tionghoa lokal, Kotan Pekanbaru, yang salah satunya adalah anak kecil bernama Gilbert. Alamak, Inggeris banget! Mereka ramah dan sebagian bisa berbahasa Hokkien. Ibu si kecil bercerita bahwa banyak turis yang datang dari banyak negara pada waktu perayaan, seperti Singapura, Taiwan, dan Thailand. Namun, mengapa fasilitas kamar mandi hanya dua dan airnya mengalir malas?
Demikia pula, warung kaos bergambar Muara Takus dan minuman dibuat seadanya. Sepatutnya pihak terkait membangun warung yang terintegrasi dengan aura candi. Sambil minum, pengunjung bisa menikmati visualisasi dan cerita candi tanpa harus menahan terik. Celakanya lagi bendera rokok yang dipacak di sepanjang jalan depan Candi hanya mencacatkan pemandangan. Seharusnya warisan itu bisa berdiri lebih gagah dibandingkan keadaannya sekarang. Apa mau dikata, tampaknya pemerintah lokal abai dan penggiat wisata tak menangkap peluang.
No comments:
Post a Comment