Friday, November 04, 2011

Memilih

Sambil menunggu kendaraan dipermak oleh tukang bengkel, saya pun meneduhkan diri di pasaraya yang berhawa dingin. Di kursi panjang terbuat dari besi, saya melemparkan tubuh pada kursi keras itu dan mengambil gambar buku berlatar pakaian-pakaian yang ditata rapi dan digantung di rak. Kita tak mesti menghamburkan uang untuk mendapatkan kebahagiaan, melainkan hanya perlu menyiasati bahwa kita berada di tempat yang nyaman, seraya melihat-lihat begitu banyak godaan untuk memiliki aneka ragam baju. Menikmati begitu melimpah pilihan, kita memutuskan untuk merasa cukup dengan sedikit koleksi yang telah dikumpulkan di rumah.

Apabila kita memuaskan hasrat dengan memborong aneka pakaian, kita akan terjebak pada keadaan yang semu. Sampai kapan kepuasan itu terpenuhi jika kita berpikiran bahwa kesenangan itu adalah memanjakan keinginan? Ketika kita berhasil dengan membawa tangan kosong dari pusat perbelanjaan, maka sejatinya kita telah meyakinkan diri sendiri bahwa kita bisa membedakan apa yang kita mau dan perlu. Pada waktu yang sama, kita pun perlu memikirkan kebiasaan kita yang senang berbelanja, mengingat pertumbuhan ekonomi bangsa ini didongkrak oleh konsumsi, bukan konsumsi. Dengan kata lain, kita diam-diam membenarkan tuduhan penjajah bahwa kita adalah pemalas, stereotip yang telah dibantah keras oleh Syed Hussien Alatas dalam Mitos Pribumi Malas: Citra Orang Jawa, Melayu dan Filipina dalam Kapitalisme Kolonial.

No comments:

Syawal Keenambelas

Bersama TKI, kami pergi pada dini hari ke bandara ketika Anda tidur atau menonton laga bola Inggeris lwn Belgia.  Sebagian buruh dari Madura...