Saya pun juga turu mendengar pelajar lain, Mohd Aizat, atau nama facebooknya Jat Jenin, yang merupakan pegiat mahasiswa, bersama teman karibnya Syauqi. Sekali waktu, saya pernah berbincang ringan dan santai di kantin seraya mereguk segelas minuman tentang isu-isu baru, misalnya pandangan orang ramai tentang kelompok terpinggir, seperti orang-orang yang mengalami masalah disorientasi seksual. Sebelumnya, lajang dari Pulau Pinang bercerita bahwa ia pernah bergiat dalam lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam pembelaan ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). Tak dielakkan, pengalaman inilah yang mendorongnya untuk mengirim pertanyaan di twitter saya, apa pandangan saya tentang LGBTI?
Lalu, saya juga pernah berbual (baca dalam bahasa Malaysia) ringan dengan Sumayyah dan dua orang teman dekatnya. Karena berasal dari Johor, mereka bercerita bahwa di tanah berdekatan dengan Batam itu, warga Malaysia bisa menikmati acara televisi SCTV. Tak pelak, mereka bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Meskipun ketiganya merupakan kawan akrab, tetapi dalam beberapa segi, masing-masing mengusung pandangan yang berbeda tentang dunia fashion. Ternyata, kedekatan itu tak mensyaratkan kesamaan, tetapi pengertian (bukan pengartian, padahal kata dasarnya arti, bukan erti). Apa pun, mahasiswa itu ada karena mereka bergerak, tak diam di bilik seraya berharap bila masa kuliah yang menyebalkan ini usai.
4 comments:
Saat baca judulnya, Ci kira isi tulisannya agak 'berat', Pak. ternyata ringan&santai..meminjam kata (kata ini dr siapa, Pak?) dgn sedikit gubahan: don't judge a writing by its title..
Terima kasih Suci, yang kebetulan artinya mempunyai medan semantik yang sama dengan Bening.
Apa pun, manusia akan memulakan langkah kecil, sebelum impian besar digenggam.
Saya sudah membaca cerita Sekolah Dasar yang pernah Suci alami. Keren!
Terasa ingin aktif menulis semula....:-)
saya masih lemah dalam memahami bahasa indonesia tapi saya masih terus cuba memahami. dengan itu saya perlu ambil masa untuk memahami entri ini. :)
Post a Comment