Wednesday, May 06, 2015

Nasi Pecel dan Kawan

Kadang sebungkus nasi pecel menyimpan banyak cerita. Ia bukan sekadar mengenyangkan, tetapi juga menyenangkan. Ia menjadi mahal karena dinikmati bersama seorang kawan, Mashuri Arow dan Ahmad Fauzi. Setelah sekian puluh tahun tak bertemu, kami akhirnya bersua karena sebuah peristiwa.

Bayangkan, dengan menghitung ongkos angkutan dan harga nasi pecel, bukankah sarapan pagi itu begitu istimewa? Letak warungnya tak jauh dari Pondok Pesantren Darul Ulum, Jombang. Dengan hanya merogoh 5000-an, kami bisa merasakakan nasi pecel dan segelas teh panas. Hanya saja, betapapun lezat, menu ini hanya mengisi sedikit waktu kita. Selanjutnya, kami berbagi cerita.

Nah, di sinilah keriangan berlangsung lebih lama. Jadi, mengapa kita menghabiskan waktu untuk memenuhi keinginan tubuh: sepincuk makanan? Kalau hubungan pertemanan tak perlu dibeli, sejatinya kita bisa meraup kegembiraan tak terperi.


2 comments:

AMZA BLOG said...

penulisan yang baik dan bermakna Dr. :)

Ahmad Sahidah said...

Terima kasih Akmal. Semoga bermanfaat. Saya berharap saudara juga sentiasa memperbaharui kandungan blog anda.

Ahmad

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...