Pada hari raya Idul Adha 1436 H, saya menunaikan sembahyang sunnah di sini. Setiap kali melewati jalan raya di depannya, saya selalu membatin untuk bisa melaksanakan shalat di masjid Lama ini. Biasanya, kami sekeluarga pergi ke Masjid Muttaqin Tanah Merah, tak jauh dari rumah.
Di bandingkan masjid-masjid lain dari sekitar Kedah, Masjid tersebut tampak berbeda. Warna coklat dan bentuk yang kuno tiba-tiba menyergap kesadaran saya. Betul, masjid ini adalah salah satu di antara tempat ibadah yang telah lama berdiri di negeri Darulaman. Tentu saja, pelantang yang berada di atap menjadikannya tak jauh berbeda dengan masjid kampung saya, Langgundi. Saya pun tak pasti, apakah merek pengeras suara itu TOA, jenama yang biasa di mana-mana.
Sebelum shalat ditunaikan, sang imam dan sekaligus khatib menerangkan tata cara sembahyang, seperti niat dan takbir yang diselingi bacaan tasbih, tahmid dan takbir. Tak perlu waktu lama, sekitar jam 8.30 shalat dimulai. Kemudian, khutbah disampaikan hanya dalam hitungan menit, ringkas dan bernas. Betul-betul sang khatib mengikuti ajaran Nabi, khotbah tidak disampaikan berjela-jela. Akhirnya, seusai ibadah, para jamaah diminta untuk makan di warung makan Kashmir, yang berada di belakang Masjid. Oh ya, saya sempat bersirobok dengan tiga ekor sapi yang menunggu untuk dikorbankan. Suasananya benar-benar menyenangkan, tambahan lagi cuaca cerah. Sinar matahari membelai bumi dengan lembut, sehingga pikiran tak berserabut. Masihkah ada kemelut?
Di bandingkan masjid-masjid lain dari sekitar Kedah, Masjid tersebut tampak berbeda. Warna coklat dan bentuk yang kuno tiba-tiba menyergap kesadaran saya. Betul, masjid ini adalah salah satu di antara tempat ibadah yang telah lama berdiri di negeri Darulaman. Tentu saja, pelantang yang berada di atap menjadikannya tak jauh berbeda dengan masjid kampung saya, Langgundi. Saya pun tak pasti, apakah merek pengeras suara itu TOA, jenama yang biasa di mana-mana.
Sebelum shalat ditunaikan, sang imam dan sekaligus khatib menerangkan tata cara sembahyang, seperti niat dan takbir yang diselingi bacaan tasbih, tahmid dan takbir. Tak perlu waktu lama, sekitar jam 8.30 shalat dimulai. Kemudian, khutbah disampaikan hanya dalam hitungan menit, ringkas dan bernas. Betul-betul sang khatib mengikuti ajaran Nabi, khotbah tidak disampaikan berjela-jela. Akhirnya, seusai ibadah, para jamaah diminta untuk makan di warung makan Kashmir, yang berada di belakang Masjid. Oh ya, saya sempat bersirobok dengan tiga ekor sapi yang menunggu untuk dikorbankan. Suasananya benar-benar menyenangkan, tambahan lagi cuaca cerah. Sinar matahari membelai bumi dengan lembut, sehingga pikiran tak berserabut. Masihkah ada kemelut?
2 comments:
Langgundi, seperti nama daerah di India, padahal Ganding
Ya, Mas Kyai. Betapa dekat India dengan nenek moyang kami dulu. Sekarang, juga.
Post a Comment