Sunday, May 28, 2017

Ramadan di Bukit Kachi [1]

Saya hanya membawa kunci rumah ke masjid asrama. Beruntung, Kai, mahasiswa dari Sabah, membawa telepon genggam. Saya meminta seorang pegiat tersebut mengambil foto ketika para mahasiswa hendak menunaikan salat Isya'. Sementara mahasiswi berbaris di belakang dengan pemisah.

Di malam pertama, masjid ini dipenuhi oleh mahasiswa dan mahasiswi yang juga hendak menunaikan sembahyang tarawih. Encik Shahidan Abdullah, seorang hafiz, memimpin ibadah malam. Setelah lebih dari satu jam, kami mengakhiri salat malam ini dengan tiga rakaat witir. Suasana tak seperti biasa. Ada aura magis yang menyelimuti bukit yang berbatasan dengan negeri Gajah Putih itu.

Sebagai lelaki yang besar di kampung dan lama belajar di pondok, saya terbiasa dengan amalan di atas. Dulu, saya bersama teman-teman sebaya malah melanjutkan dengan tadarus al-Qur'an yang dipancarkan melalui pelantang TOA. Sekarang, saya mendaras kitab suci di rumah agar anak-anak melihat ayahnya tidak hanya asyik dengan gawai dan menambah dengan bacaan buku untuk mengisi waktu luang. Di hari pertama, saya menyelesaikan karya Chris Guillebeau, The Happiness of Pursuit, yang merupakan kisah perjalanan banyak orang. Itu pun juga belum kelar. Sebuah catatan yang perlu dibaca untuk melihat kebahagiaan bukan semata-mata tujuan (achievement), tetapi juga proses.

Buku lain yang membetot perhatian adalah A Political Economy of The Senses: Neoliberal, Reification, and Critique. Karya yang dilahirkan dari tangan Anita Chari ini menyuguhkan sebuah pembacaan tentang bagaimana teori kritik menyoal bentuk-bentuk dominasi di era neoliberal. Saya membacanya sambil menikmati acara bincang-bincang tentang Dewan Pertimbangan Daerah yang digawangi oleh Pangeran Ahmad Nurdin melalui radio streaming Sindo Trijaya FM. Apapun kegiatan kita, pemenuhan kebutuhan tubuh mesti ditimbang. Oleh karena itu, pada waktu sahur, kami mengakhirkan dan mengasup sayur pare, yang disediakan oleh Ibu Biyya. Di hari pertama, kami berjamaah Subuh di rumah. Biyya turut bersahur. Ramadhan adalah sekolah kehidupan. 

No comments:

Syawalan Kelimabelas

Saya akan menjemput Biyya seusai mengajar pada pukul 14.20. Ketika selesai mengajar Tafsir Modern dan Kontemporer, saya segera menuju parkir...