Thursday, June 15, 2017

Ramadan di Bukit Kachi [19]

Tiga anak ini memilih duduk di depan kami karena kursi masih kosong. Setelah duduk, saya bertanya pada anak yang sebelah kanan, sudah jilid Iqra berapa? Jawabnya lugas, 5. Mereka tak henti-henti bersenda gurau sambil menunggu azan Magrib.

Sebelumnya saya telah mencatat beberapa poin penting dari sambutan rektor, pro-canselor, dan da'i. Orang nomor satu di kampus menyampaikan tentang prestasi yang telah dicapai oleh universiti, pembangunan asrama untuk anak yatim yang akan dihuni oleh 8 anak dengan pembiayaan sekolah dan kebutuhan sehari-hari.Tidak hanya itu, mereka akan mendapatkan kursus tambahan seusai sekolah. Tambahan lagi, penggalangan dana abadi (wakaf, endowment) akan digalakkan untuk membantu mahasiswa yang memerlukan. Sementara, pro-canselor mengingatkan bahwa puasa semestinya mempunyai nilai tambah, bukan sekadar menahan diri dari lapar dan harus. Pesan ceramah agama yang saya catat adalah hadits Nabi tentang dua nikmat yang acapkali dilupakan, yaitu kesehatan (al-shihhah) dan waktu luang (al-faragh).

Begitu banyak warga universitas dan tamu undangan memenuhi tenda. Kebetulan saya juga berjumpa dengan Adha, mahasiswa bisnis internasional, yang datang bersama dengan dua temannya. Lelaki ini seringkali mengumandangkan azan di Masjid Asy-Syafi'i Bukit Kachi, tempat ibadah yang dekat dengan rumah. Selain mereka bertiga, ada seorang mahasiswa S3 asal Pakistan yang turut mengambil tempat di meja kami. Saya pun bercerita bahwa ada dua sarjana negara asalnya yang terkenal di Indonesia, yaitu Fazlur Rahman dan Abul A'la al-Maududi. Ia pun bersemangat berkisah tentang tokoh terakhir yang merupakan pendiri Jamaat al-Islami. Ketika azan tiba, semua mengambil kurma sebagai pembuka, dan saya makan kue puteri ayu. Bukankah kita sunnah berbuka dengan yang manis? 

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...