Saturday, December 18, 2021
Sarung BHS
Bila melihat pekerja migran memakai sarung BHS di masjid Semenanjung, saya memastikan ia berasal dari Madura. Apalagi, pejuang devisa ini juga bersongkok hitam tinggi. Mutlak! Betapa menyenangkan bila saya bertemu mereka secara kebetulan. Tiba-tiba, kami begitu dekat. Sepemerhatian saya, warga jiran memilih sarung Wadimor, Gajah Duduk, dan Atlas. Tetapi, mereka akan memilih batik khasnya yang bermutu tinggi untuk pakaian resmi. Hingga sekarang, saya masih memakai batik Kelantan, yang merupaka hadiah dari kelas mahasiswa di sana.
Setiap orang tentu memiliki kesukaan dalam berbusana. Kata istri, di Jawa tata pakaian itu mencerminkan kepribadian. Lalu, apa fungsi baju? Gengsi dan prestasi. Sementara, kini saya telah memutuskan untuk berhenti memakai celana "jeans" karena jenis kainnya memerlukan banyak air dalam pembuatannya. Selain itu, ada merek tertentu yang saya hindari sebab perusahaan tekstil ini mempekerjakan anak-anak.
Gambar sarung ini sekadar "hiasan".
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Baca
Saya meletakkan pesan Pak Musa Asy'arie di loteng, tempat kami menyimpan buku. Berjuang dari Pinggir adalah salah satu karya beliau yan...
- 
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
 - 
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
 - 
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
 
No comments:
Post a Comment