Monday, May 16, 2022

Kisah Buku [3]


 

Buku terbitan April 2022 ini ditengok kembali untuk memahami kata dan pada judul. Kata penghubung ini mengingatkan lema yang sama pada karya Gadamer untuk memisahkan metode dan kebenaran.
Tetapi, pada praktiknya agama bisa dijalani sebagai amalan yang memerlukan simbol-simbol. Secara subyektif, kita memang menghadirkan Tuhan yang maha tidak terbatas pada lambang-lambang yang lokal dan parsial. Celaru, bukan?
Tidak. Dalam keterbatasannya kita ingin mengjangkau apa yang tak terkatakan, meskipun kata filsuf, apa yang bisa dipahami adalah sesuatu yang bisa diungkapkan dalam bahasa. Pendek kata, simbol yang menghadirkan pengalaman misterius sekalipun perlu diungkapkan dalam barisan kalimat.
Namun demikian, kata-kata itu perlu istirahat sebab mereka mewakili sesuatu, yang justru tidak bisa diringkus oleh huruf. Itulah mengapa pengalaman menjadi bahasan tersendiri dalam buku ini. Untuk itu, setiap orang akan kembali pada suasana sunyinya masing-masing setelah berpikir dan berzikir.
Bila ada orang yang suka bising soal hubungan agama dan pemikiran, mungkin yang bersangkutan baru belajar menata kata. Padahal, serumit apapun yang dipikirkan, baik religius maupuan sekuler, ia akan hadir dalam lambang dan tindakan.
Duh, pesona kata dan bunyi ini memang nyata ada. Lagu Utha Likumahuwa melalui radio Suara Surabaya FM membawakan "Sesaat Kau Hadir". Bukankah setiap orang akan menempelkan pengalamannya sendiri pada nyayian secara berbeda?

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...