Monday, May 30, 2022

Perjalanan Paiton-Jember


Dalam perjalanan ke Jember, di tengah jalan Zumi minta kudapan dan minuman. Padahal, di rumah kami telah menyediakan sarapan. Kami pun berhenti di depan warung. Betapa menyenangkan duduk di sini tatkala sinar mentari pagi masih hangat. 

Saya memenuhi undangan UKM Penalaran dan Penelitian Mahasiswa UIN KHAS Jember untuk membahas buku Aksin Wijaya berjudul Fenomena Berislam: Genealogi dan Orientasi Berislaman Menurut Alqur'an. Sebagai pembanding, saya melengkapi pembacaan dengan The Qur'an and the Secular Mind karya Shabbir Akhtar. 

Dalam bukunya, Shahbir menegaskan bahwa only the earlier (rationalist) school of Mu'tazilites upheld the view, more compatible with our modern moral sentiments, that all human beings are capable of discriminating between good and evil, prior to and independently of revelation, and solely in virtue of their humanity (2008: 101). Berbeda dengan Aksin yang mengutamakan pandangan Maturidiyah  terkait pembedaan antara baik dan buruk yang dianggap moderat. 

Tentu, perdebatan di atas bisa berlangsung dengan baik di acara bedah buku yang menghadirkan penulis dan Dr Abu Chaer, LPT PCNU Indramayu di hadapan kaum terpelajar, mahasiswa. Selebihnya, isu kontroversial di dalamnya tidak mudah dibahas secara bebas di tengah khalayak. 

Tanpa mengabaikan kegiatan ilmiah ini, justru saya sangat menikmati perjalanan dari Paiton ke Jember karena melewati jalan kampung yang hijau dan melihat bukit-bukit yang berderet-deret di sepanjang jalan Bondowoso. Apalagi, di tengah-tengah "hutan", ada pasar Wringin yang ramai, seakan-akan keramaian di tengah kesunyian. Lagu-lagu Iwan Fals yang diputar menambah keriangan. Ada ruang estetis yang logika mau beristirahat seketika. Hidup tak melulu akal budi, tetapi juga hati. Untuk itu, hati-hatilah membawa diri! Hehe


No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...