Sunday, June 26, 2022

Tolerasi dan Masyarakat 5.0

Kemarin, saya memenuhi undangan Bincang Akrab Kajian Keagamaan (Bineka) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNESA Surabaya. Pak Ketut (Hindu), Pak Anung (Kristen) dan Pak Haryanto (Buddha) menyampaikan respons agama terhadap tantangan toleransi menjelang era Masyarakat 5.0. 

Saya sendiri mewakili Islam mengusung tema kembali ke pesan etis agama awal agar seluruh pandangan kita didasarkan pada pondasi dari ajaran, yakni budi pekerti. Dengan demikian, teknologi dilihat sebagai alat, bukan tujuan, yakni kesejahteraan semua (rahmatal lil'alamin). 

Tentu, wujud dari kehendak untuk menciptakan harmoni telah digambarkan dari rangkaian acara dan personalia panitia yang terlibat dalam kegiatan ini yang mencerminkan kemajemukan. Kevin, Yusril, Elisabat, Dian, Dinda, dan Ayuni merupakan wajah keanekaragaman negeri ini. Apalagi sebelum Zoominar, rekan-rekan memutar lagi Ampar-Ampar Pisang dan Cublak-Cublak Suweng yang jelas-jelas menempatkan perbedaan sebagai keindahan. Hanya kepicikan yang menghalangi kejernihan. Selamat untuk Bu Heny, ketuju Jurusan Bahasa dan Sastra Indoesia dan rekan-rekan di UNESA yang telah menggelar kegiatan yang sangat bermanfaat. Selain itu, saya sangat menghargai kelas Pemikiran Tafsir Modern dan Kontemporer UNUJA yang hadir dalam diskusi ini. Tabik. 

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...