Tulisan Mas Najib Burhani tentang identitas Arab sangat menarik. Terutama, ia terkait dengan cetusannya tentang kecenderungan orang Madura yang ingin meniru Arab dalam berpakian, bermusik dan "beribadat".
Betul. Saya adalah orang Madura yang pernah memakai jubah tatkala berkhotbah pada salat id di Konsulat RI Pulau Pinang dulu. Saya begitu menikmati Fairuz, biduanita Libanon yang Kristen itu, melalui nomor "Habbaytak bi al-Shaif", dan tentu saja merasakan fana tatkala mendengar hadrah versi Ahmad bin Ta'lab. Damn it! Hehe, biar kayak anak Jaksel.
Tak hanya itu, nama-nama anak saya berbahasa Arab. Lebih jauh, banyak kosa kata Madura yang menyerap lema bahasa rumpun semitik ini, seperti makmur, adil, dan amal. Tentu, secara fonologis, pengucapan adil tidak sama dengan lidah Arab dan Melayu. Adil be'en, Cong! Marga rowah semmak ka taqwa!
Yang mengesankan, intro dari nyanyian itu menjadi pembuka untuk azan yang diputar oleh radio Kedah FM, Semenanjung. Ah, batas-batas apa yang hendak kita soal? Batas-batas apa yang kita hendak tegakkan bila menjadi Indonesia harus Jawa? Haha Tak percaya? Tanya ama Mbak Dian Sastro!
Sshabat, nikmati lagu ini, https://www.youtube.com/watch?v=TPujSyd1EUk agar sejati!
No comments:
Post a Comment