Wednesday, September 14, 2022

Membedah Daniel Kahneman

Ilmu berlimpah di dunia maya. Kita, kata Sabrang Mowo Damar Panuluh, tidak lagi menimbanya tetapi kebasahan karena kehujanan. Tinggal kita memutuskan berada di mana tatkala menekuri pengetahuan.
Untuk itu, kita perlu payung, lalu memilih "air" mana yang akan mengguyur kita. Afu menjelaskan buku Kahneman, Berpikir Cepat, Berpikir Lambat dengan riang. Sejatinya, saya memilik sistem ketiga, di luar sistem 1 dan 2, karena langit menurunkannya sewaktu-waktu. Saya tidak menyebutnya wangsit atau ilham.
Aha! sekompleks apa pun kita, kita perlu mendudukkan diri pada cap yang telah tersedia di khalayak, semisal oh itu modernis, tradisionalis, atau sentris. Secara etis, saya lebih mengutamakan pandangan Mu'tazilah. Lo, kok malah ke sini? Tidak. Saya hanya melihatnya dalam situasi tempat saya berpijak sehingga latar belakang turut mencoraki. Di sini, secara hermeneutis, saya sedang melakur (fusi) cakrawala atau ufuk untuk mendapatkan pesan bersama.
 

No comments:

Filsafat itu Asyik

Sambil menikmati musik Wagner, "Der Ring des Nibelingen," saya mengingat kembali apa yang dibahas dengan dua mahasiswa Ma'had ...