Saya membaca novel Cantik itu Luka yang dibeli oleh Biyya tadi di depan sekolahnya untuk pertama kali. Di sini, saya memegang dorongan Muhidin M Dahlah bahwa karya ini terkait surealisme, filsafat, dan sejarah.
Di warung makan Lamongan saya melanjutkan pembacaan seraya menunggu pesanan. Dengan tetap memakai masker, saya menghormati Biyya. Ia pernah mengingatkan saya untuk memakai "topeng" bila menjemputnya di sekolah.
Oh ya, mengapa kiai (baku) masih ditulis kyai (tidak baku)? Apa susu sapi yang diminumkan ke Cantik itu Bearbrand, sebab gambar kalengnya beruang? Saya akan mengajukan pertanyaan remeh temeh pada karya yang telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa ini. Tabik, Mas Eka!
No comments:
Post a Comment