Saya menyiapkan slide power point untuk mengulas apa yang seeloknya dilakukan oleh kaum milenial untuk membangun peradaban negeri. Sesuai dengan takrif, generasi Qur'ani adalah pemuda dan pemudi yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai pedoman hidup, membaca, menghafal, memahaminya isi, serta mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupan dan kelakuan.
Para peserta adalah anggota dari PPIQ Nurul Jadid dan organisasi lain yang berminat pada kajian. Mereka adalah siswi dan mahasiswi yang senyap tatkala Mam'nuatul Khairiyyah melantunkan Al-Qur'an dengan bersimpuh di lantai panggung. Betapa adab yang mengagumkan! Wa'tashimu bihablillahi jami'an wala tafarraqu membuat kami tepekur, adakah kita telah terpaut dengan tali itu?
Setelah itu, Pak Ahmad Khoisol, penasehat PPIQ dan lulusan Agronomi UGM, memberikan sambutan untuk menjadikan kitab suci sebagai panduan etis secara lebih utuh. Beliau juga guru Biologi di MANJ, yang saya dengan penuh takzim mendengar apa yang dipikirkan tentang pengembangan sains di pondok.
Mereka yang bergiat di PPIQ berasal dari pelbagai program studi dan jurusan. Ini menunjukkan jalan pemahaman pada Al-Qur'an bisa dilalui dengan pelbagai disiplin. Dengan membahas karya Mohammad Abu Hamdiyyah, The Qur'an: An Introduction, kami menyoroti tema kedua dari buku tentang pengetahuan modern secara kontekstual. Adakah sains secara menyeluruh dilihat sebagai sunnatullah?
Tentu, sesi tanya-jawab mendatangkan kejutan. Salah seorang peserta mengajukan pertanyaan tentang penghapusan kata kafir dari wacana khalayak, yang dianggap bisa menyoal kemutlakan Al-Qur'an. Saya menukasnya, Anda bisa memeriksa di sini: https://alif.id/.../memeriksa-ulang-makna-kafir-b215776p/. Tidak mudah mengungkapkan semantik kata di banyak kepala yang memiliki kepercayaan dan keterbatasan latar belakang. Itulah parsimoni adalah jalan bijak untuk mengulas soal ini.
No comments:
Post a Comment