Wednesday, May 15, 2024

Terminal dan Majalah Tempo

Setiap kali  singgah di terminal, saya berusaha untuk melihat-lihat buku di kedai dan membeli majalah Tempo. Dalam perjalanan dari Paiton ke Jakarta, saya mampir ke Periplus untuk memelototi novel yang mungkin sesuai untuk Nabbiyya. Setelah mengulik lembarannya, saya pun menghubungi yang bersangkutan atau ibunya untuk memastikan apakah karya tersebut diinginkan atau tidak. 

Kali ini, saya merogok kocek Rp 55 ribu agar bisa membacanya tatkala berada dalam angkutan. Untuk kesekian kalinya, di dalam badan pesawat saya melihat sekumpulan orang Jepang yang juga sedang bepergian. 

Di sini, saya sering memerhatian surat pembaca karena hendak mencermati pandangan umum tentang banyak isu. Dari mereka, kita bisa memahami kehendak publika. Tentu, kolom Marginalia, sebelumnya Catatan Pinggir, adalah catatan yang memaksa saya untuk mengerutkan kening. Kali ini, Hikmat Darmawan menganggit kasta sastrawan. 
 

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...