Di sini, pak kiai mengajarkan kajian yang mendudukkan peserta setara dalam membahas etimologi, epistemologi, maksud (intention), logika, dan konteks dari karya ulama terdahulu. Satu sama lain bisa berbeda pandangan dalam membaca teks yang berimplikasi semantik pada makna.
Bila tidak disiarkan langsung, ini adalah ikhtiar agar adab al-bahts wa al-munazharah berlangsung terbuka, tanpa khawatir nenimbulkan kegaduhan. Kami hendak mengungkap kebenaran. الفاجر يؤيد الاسلام? Ini salah satu yang menimbulkan perbedaan kala itu. Saya pernah menulis opini Jawa Pos "Menimbang Politik Pesantren" berdasarkan amatan terhadap pengajian di atas.
Kiai senantiasa mengedepankan etika berbahas. Beliau tak pernah menaikkan suara dalam berpendapat, karena dgn menyodorkan logika, gagasan jauh lebih bisa dicerna. Khalas.

No comments:
Post a Comment