Jika tertekan, saya cukup cari film dan menikmatinya hingga tuntas. Ia telah menjadi katup pengaman dari desakan dari dalam, yang kadang tidak tahu apa namanya. Semalam, saya menontonn Dirty Dancing Havana Nights yang menyuguhkan tarian yang sensual. Ceritanya biasa, pertentangan orang tua dan anaknya. Klasik: ibu tidak setuju anaknya berhubungan dengan pacarnya yang beda kedudukan sosialnya. Akhirnya, cinta mengalahkan segalanya.
Tapi, di luar pengulangan tema semacam ini, saya tak mengedipkan mata agar tidak ketinggalan mengikuti alur. Kekuatan gambar dan pengambilan yang cepat membuat betah untuk mengetahui akhir dari sebuah konflik. Tentu saja, akhir bahagia adalah harapan, meskipun genre semacam ini dikritik jauh dari kenyataan. Tapi, saya melihatnya ini adalah dunia lain yang harus diciptakan agar membuncahkan harapan hidup itu bukan kegagalan.
Wednesday, April 05, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Baca
Saya meletakkan pesan Pak Musa Asy'arie di loteng, tempat kami menyimpan buku. Berjuang dari Pinggir adalah salah satu karya beliau yan...
- 
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
 - 
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
 - 
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
 
No comments:
Post a Comment