Hari ini, PBNU menyelenggarkan ICIS II untuk menjembatani Islam dan Barat.
Mungkinkan Barat bisa memahami Islam dengan baik? Jika ukurannya adalah perspektif mereka bahwa ada pemisahan agama dan negara? Jika teori yang mereka gunakan adalah pembangunan dan hubungan internasional tidak mempertimbangkan agama sebagai varibel penting untuk analisis politik. Pemisahan agama dan politik mengabaikan fakta bahwa kebanyakan tradisi agama ditegakkan dan dikembangkan dalam konteks sejarah, politik, sosial dan ekonomi. Doktrin dan hukum-hukum mereka dikondisikan oleh konteks-konteks ini (John L Esposito, 'Islam dan Barat: Konsep-Konsep Peradaban, dalam Dialektika Peradaban: Modernisme Politik dan Budaya di Akhir Abd ke-20 (Yogyakarta: Qalam Press, 2003), hlm. 139.
Menurut Esposito, kecenderungan Pasca-Pencerahan untuk mendefinisikan agama sebagai sebuah sistem kepercayaan (terbatas pada kehidupan personal dan pribadi), bukan sebagai sebuah pandangan hidup, sesungguhnya telah menghambat kemampuan kita untuk memahami hakikat dari Islam dan agama-agama dunia yang lain. Secara dangkal, kecenderungan ini telah menggolongkan agama, melakukan kekerasan pada hakikatnya, dan memaksankan konsepsi tradisi agama yang statis, konkret, bukan menyampaikan dinamika batinnya.
Kritik Esposito adalah
No comments:
Post a Comment