Saturday, July 01, 2006

Rumah Sakit, Ada Apa?

Saya sangat menyukai lagu-lagu yang diudarakan [bahasa Malaysia dikeudarakan] oleh Radio Sinar FM. Seperti hari ini, tiba-tiba lagu lembut mengalun, yang menguji saya untuk mengingatnya. Lamat-lamat, ia membawa imaji pada masa remaja di Pondok. Tapi, susahnya adalah menghadirkan namanya, meskipun terjawab oleh cuap-cuap penyiarnya, ini cukup menjengkelkan.

Lagu Shoulder to Cry oleh Tommy Page enak didengar. Meski sentimentil dan mendayu-dayu, kita tidak mesti cengeng kan? Ekspresi seni kadang nampak membuat kenyataan dramatik untuk menggugah penikmatnya. Jangan tanya, kenapa? Sebab ini bukan logika, ia adalah rasa. Tinggal kita merayakannya. Coba tengok liriknya:

Life is full of lots of up and downs,
And the distance feels further
when you're headed for the ground,
And there is nothing more painful
than to let you're feelings takeyou down,
It's so hard to know the way you feel inside,W
hen there's many thoughts and feelings that you hide,
But you might feel better if you let me walk with youby your side,
And when you need a shoulder to cry on,
When you need a friend to rely on,
When the whole world is gone,
You won't be alone, cause I'll be there,
I'll be your shoulder to cry on,
I'll be there,
I'll be a friend to rely on,
When the whole world is gone,
you won't be alone,
cause I'll be there.
All of the times when everything is wrong
And you're feeling like
There's no use going on
You can't give it up
I hope you work it out and carry on
Side by side,
With you till the end
I'll always be the one to firmly hold your hand
matter what is said
r doneour love will always continue on
Everyone needs a shoulder to cry
neveryone needs a friend to rely on
When the whole world is gone
you won't be alone cause
I'll be thereI'll be your shoulder to cry on
I'll be thereI'll be the one you rely on
when the whole world's gone
you won't be alonec
ause I'll be there!
And when the whole world is gone
You'll always have my shoulder to cry on....

Dulu, penyanyi tampan ini dikritik sebagai pelantun bermodal tampang. Suaranya pas-pasan. Tapi, pasar menghendaki lain.

***

Semalam, saya menemani sahabat karib menjenguk bibinya yang terbaring di rumah sakit karena pendarahan otak. Untuk kedua kalinya saya menginjakkan kaki di Hospital Pulau Pinang. Siapapun akan miris melihat penderitaan orang-orang yang terbaring lemah. Di sana, saya dihadapkan dengan sejumlah cerita sendu: seorang ibu yang tidak punya kerja dengan anak kecilnya terserung virus di kepalanya. Saya sempat melihatnya. Anda pasti terenyuh karena anak sekecil harus berkelahi melawan penyakit yang hanya bisa dijelaskan oleh para malaikat kenapa anak yang tak berdosa itu harus menanggung beban yang sangat berat? Tentu akan banyak cerita jika kita sabar bertanya tentang nestapa yang sedang dialami orang-orang papa itu. Ya, di sini adalah rumah sakit untuk orang-orang yang tidak punya orang. Tapi, anehnya, saya baca kemarin di Utusan, Petronas untung 40 billion. Lalu, kemanakah uang itu? Kata teman Malaysia saya, kekayaan itu hanya untuk memanjakan para pengusaha, bukan masyarakat kebanyakan. Ah, apa peduli dengan urusan negara orang lain, sementara di negeri sendiri saya hanya bisa diam, sebab berteriak hanya membuat suara parau.

Lalu, apa yang mesti kita kerjakan jika kenyataan selalu menyerimpung dari keinginan?

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...