Sumber Jawa Pos Rabu, 09 Apr 2008,
Oleh Ahmad Sahidah *
Akhirnya Pak Lah -panggilan akrab Abdullah Badawi, perdana menteri ke-5 Malaysia- menunjukkan taringnya. Jika selama ini dia cenderung diam dan membiarkan orang bawahannya menjawab serangan seteru politiknya, Dr Mahathir Mohamad, sekarang berubah total. Tidak tanggung-tanggung, Mahathir disebut penyebab utama kekalahan UMNO (United Malay National Organization) pada pemilu ke-12 dan mantan orang kuat yang menyalahgunakan kekuasaan.
Hampir seluruh surat kabar utama di sana memuat foto Pak Lah di halaman depan dengan judul berbeda, tetapi memuat pesan yang sama: Pak Lah tak lagi pasif menghadapi serangan seteru politiknya, termasuk Tengku Razaleigh Hamzah, politikus gaek UMNO yang akrab disapa Ku Li, dan Anwar Ibrahim, yang digadang-gadang untuk menjadi perdana menteri.
Keretakan Elite Politik Melayu
Meskipun pemilu telah lama usai, pertengkaran di kalangan UMNO belum reda. Tentu saja tokoh utamanya adalah Mahathir, Ku Li, Mukhris Mahathir, dan Khairi Jamaluddin, menantu Pak Lah yang sering menjadi sasaran kritik karena dianggap orang kuat yang berada di belakang keputusan pemerintah. Yang lain hanya memainkan peran sebagai "pemandu sorak" atau mendukung tuannya. Mohammad Najib Tun Razak, yang nanti menggantikan Pak Lah, lebih memilih diam.
Kabar tentang post-mortem yang akan dilakukan badan independen untuk menyelidiki kekalahan UMNO sudah tidak terdengar lagi. Pihak yang berseberangan dengan Pak Lah hampir menegaskan secara kompak bahwa kekalahan UMNO disebabkan kelemahan Pak Lah. Sementara PM yang dulu digelari Mr Nice Guy dan Mr Clean itu masih merasa memikul tanggung jawab untuk menjalankan mandat sebagai orang nomor satu, meskipun tanpa dukungan 2/3 anggota parlemen.
Media cetak dan televisi memang telah berubah karena memberikan ruang yang berseteru untuk mengkritik tanpa sensor seperti sebelumnya. Meskipun mereka masih menempatkan Pak Lah sebagai pusat pemberitaan. Hampir-hampir setiap hari kita disuguhi pertengkaran para elite, yang juga dikompori politisi oposisi sehingga praktis Pak Lah dikeroyok orang Melayu sendiri dari dalam dan luar.
Dinamika yang Mengagumkan
Bagi saya, ketegasan Pak Lah meladeni bekas mentornya, Mahathir, kali ini adalah sikap jantan yang telah membuka borok masa pemerintahan Little Soekarno itu. Ketika ditanya wartawan mengenai tuduhan bahwa Pak Lah menyekat kebebasan media, justru beliau membantah bahwa sebenarnya Mahatir-lah yang melakukan itu kepada mantan PM Tun Hussein Onn dengan menelepon media untuk tidak memuat berita dan gambar PM ke-3 itu ketika mengambil alih kekuasaan dari ayah Hishamuddin Onn (Utusan, 7/4/08).
Bahkan, Pak Lah menyebut Mahathir berada di balik "Operasi Lalang" yang menahan 106 orang di bawah undang-undang antisubversi, Akta Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Act). Dengan bahasa retorik, Pak Lah tidak menghalangi kemungkinan Mahathir diseret ke pengadilan karena menyalahgunakan kekuasaan.
Ternyata Mahathir bergeming. Dia akan terus mengkritik kepemimpinan UMNO sekarang dan membuat tamsil bahwa partai kaum Melayu itu mengidap penyakit kencing manis sehingga diperlukan pemotongan salah satu anggota tubuh. Bahkan, dia siap masuk penjara karena kritiknya.
Namun, Pak Lah masih memegang posisi kunci dalam bertarung dengan seteru politiknya. Apalagi, partai-partai di Sabah dan Sarawak menyatakan kesetiannya terhadap Barisan Nasional. Media utama masih memberikan kelebihan kepada Pak Lah dibandingkan dengan penentangnya. Mesin politiknya masih berfungsi baik dan siap mengamankan kedudukan mantan menteri luar negeri itu.
Bagaimanapun, perkelahian itu memberikan kesempatan lebih luas kepada publik untuk bersuara dan bebas menerima informasi. Apalagi, koalisi partai oposisi yang menguasai lima negara bagian sedang merencanakan membuat koran sendiri. Tampaknya, perubahan demokrasi berlangsung cepat. Meskipun sebenarnya surat kabar utama telah memberikan ruang kepada oposisi. Misalnya, News Straits Time (5/4/08) telah memuat wawancara dengan Menteri Besar (gubernur) Perak Mohammad Nizar Jamaluddin yang berasal dari Partai Islam se-Malaysia (PAS).
Tidak hanya perubahan di ranah politik elite, tetapi angin kebebasan juga berembus ke kampus tempat saya belajar. Salah seorang mantan Pembantu Rektor Dr Sharom Ahmad dalam sebuah acara seri Sejarah Lisan di Universiti Sains Malaysia (2/4/08) bahwa Mahathir telah mengkritik dirinya ketika meminta rakyat Malaysia berani bicara. Sebuah pendapat yang saya tak pernah dengar sebelum pemilu ke-12 di kampus secara terbuka.
Dengan kelugasan Pak Lah menjawab tuduhan dari dalam maupun dari luar, genderang perang mulai ditabuh. Tentu, itu akan semakin mendorong pihak-pihak yang berseteru untuk membuka "aib" yang selama ini ditutup-tutupi dan enggan dibicarakan di ruang publik dan media. Perbincangan yang hanya dilakukan secara bisik-bisik dan di dunia maya (blog) telah dipindah ke ruang terbuka, baik ceramah maupun media cetak.
Terus terang, saya merasakan perubahan drastis dan dramatis. Para dosen sudah tak enggan lagi berbicara politik secara kritis. Papan pengumuman di kampus sudah ditempeli poster Partai Mahasiswa Negara, yang dahulu diancam akan dikenakan sangsi. Akhirnya harus diakui transisi demokrasi di sana lebih mulus dibandingkan dengan negara kita sendiri, Indonesia.
Dalam gonjang-ganjing politik di negara tetangga itu, kita tidak menemukan kekerasan masal, perusakan fasilitas umum, dan tentu saja kesulitan ekonomi yang tak tertahankan sehingga ada warga negara yang bunuh diri karena lapar dan putus asa.
* Ahmad Sahidah, graduate research assistant dan kandidat doktor Ilmu Humaniora Universiti Sains, Malaysia
No comments:
Post a Comment