Saturday, May 24, 2008

Palestina, Kita dan Kemanusiaan


Inilah gambar yang dikirim oleh sahabat Haikal Reza di milis Persatuan Pelajar Indonesia Universitas Sains Malaysia (PPI USM). Miris melihatnya. Lalu, apa yang harus dilakukan?

Saya mencoba untuk menimpali agar kita bisa menghadirkan perspektif yang lebih utuh tentang drama kemanusiaan paling mengerikan di abad ini. Gambar-gambar ini telah melengkapi khotbah Jum'at kemarin di USM tentang al-Naqba (malapetaka) yang dirayakan oleh orang Palestina yang telah memasuki usia ke-60 tahun. Kalau Anda masih ingat kata tokoh utama dalam film Da Vinci Code bahwa gambar mempunyai ribuan makna, maka kita akan memperolehnya dari gambar seorang anak yang sedang menanti naza ibunya itu. Biarlah makna itu ada di masing-masing kepala.

Semalam, kami, Pak Allwar, Pak Wahyu dan Mas Tauran makan bareng di Tomyan dan sempat muncul pertanyaan apa yang kemudian kita lakukan terhadap nasib bangsa Palestina. Mungkin, hanya doa yang sempat terungkap, sebab kuasa kita masih jauh dibandingkan mereka yang berada di balik si angkara murka, zionisme Israel. Memang, tidak semua pemuka Yahudi brengsek seperti para rabi yang membenarkan penindasan di tanah Nabi Musa menyampaikan dakwah itu atas nama tafsir terhadap kitab Talmud. Tak semua Yahudi berada di balik drama ini, malah ada yang menentangnya.

Tentu, kita bisa mendengar sendiri dari teman-teman Palestina di sini tentang betapa pedihnya keluarga mereka harus hidup dalam tekanan, belum lagi pelarian dan pengungsian yang berjumlah 4 juta itu. Ada banyak cerita yang menggores perih. Hanya empati yang memungkinkan kita merasakannya.

Dulu, Pak Tahir menggagas untuk membincangkan Palestina kepada PPI USM. Tak ada salahnya kita mencobanya, sebab saya juga pernah mendiskusikannya dengan Dr Kamaruzzaman dari Unit Perdamaian PPSK dan kemungkinan bekerjasama dan sekaligus beliau meminta untuk melibatkan LSM International Citizen yang peduli terhadap nestapa Palestina.

Kita tidak hanya sekedar membicarakan dengan harapan, seperti kata ahli filsafat wanita, Hanna Arendt (penulis on Violence itu) bahwa penderitaan akan tertanggungkan jika diceritakan. Tidak, bukan hanya itu. Kita sedang mencari jalan keluar dari kemelut ini. Paling tidak, untuk menentramkan dan akhirnya mendorong pihak yang berwenang mengambil langkah drastik agar mereka yang berseteru mau duduk satu meja dan sama-sama mengakhiri teror kemanusiaan yang tak berkesudahan.

Di sini, kita bisa mengundang Tun Dr Mahathir Mohammad untuk memberikan ucap tama (keynote). Atau, Anda mempunyai usul lain?

No comments:

Syawal Ketujuhbelas

Biyya mendapatkan hadiah ulang tahun berupa novel dari Tante Ana. Dua anak imigran China di Melbourne, Australia hendak menautkan rasa di se...