Sumber Jawa Pos, 28 Agustus 2008
Oleh Ahmad Sahidah
Seperti banyak perkiraan sebelumnya, Anwar memenangkan pemilihan umum sela di Permatang Pauh, Negara Bagian Penang. Kursi ini merupakan tradisi keluarga selama 17 tahun sejak tokoh terkemuka dialog antarperadaban tersebut terjun ke dunia politik. Uniknya, kemenangan itu bukan ditangguk dari fanatisme konstituen terhadap partai, tetapi lebih pada persona tokoh reformasi tersebut. Sebab, dulu sebelum mendirikan Partai Keadilan (sekarang ditambah Rakyat), dia bertanding mewakili UMNO (United Malays National Organization) yang sekarang justru menjadi seteru paling kuat.
Memang sejak awal, partai koalisi Barisan Nasional (BN) tidak begitu percaya diri untuk melawan Anwar dan memosisikan diri sebagai underdog. Meski demikian, mesin politik mereka secara gencar menggunakan banyak cara untuk menjatuhkan lawan, seperti peliputan secara terus-menerus di media cetak dan televisi terhadap calon mereka, Arif Shah Omar Shah.
Pada saat yang sama, sehari sebelum penetapan calon, Mohammad Syaiful Bukhari Azlan menyatakan sumpah telah disodomi oleh bekas bosnya. Sebuah pengakuan yang mengukuhkan dugaan adanya skenario untuk menjatuhkan reputasi Anwar. Sayang, BN mengulang kesalahan yang sama, yaitu strategi memburuk-burukkan Anwar di media mainstream yang tidak berhasil pada pemilu sebelumnya. Saya mendengar dari kawan Melayu bahwa cara itu justru membuat pemilih simpati terhadap nasib Anwar yang terzalimi.
Saya sendiri hampir setiap malam mengikuti berita Bulletin TV3 yang selalu menonjolkan calon BN dan memojokkan calon Partai Keadilan Rakyat (PKR). Bahkan, koran Utusan (25/8/08) memuat pernyataan Ade Nasution, anggota DPR, yang menyatakan secara tidak langsung bahwa dukungan Gus Dur terhadap Anwar tidak berarti mewakili suara masyarakat Indonesia.
Saya sendiri hampir setiap malam mengikuti berita Bulletin TV3 yang selalu menonjolkan calon BN dan memojokkan calon Partai Keadilan Rakyat (PKR). Bahkan, koran Utusan (25/8/08) memuat pernyataan Ade Nasution, anggota DPR, yang menyatakan secara tidak langsung bahwa dukungan Gus Dur terhadap Anwar tidak berarti mewakili suara masyarakat Indonesia.
Isu Moral dan Agama
Isu sodomi secara sistematis digunakan BN untuk menyerang Anwar melalui pengakuan bekas pembantunya. Pernyataan sumpah bekas mahasiswa drop out itu di Masjid Jami Federal disiarkan berulang-ulang di berita TV3, kotak kaca yang paling banyak dikunjungi penonton. Tentu, efek penyiaran sumpah tersebut sedikit banyak memengaruhi pemirsa karena Anwar tidak melakukan hal yang sama.
Bahkan, Mohammad Najib, seteru sebenarnya Anwar, pernah melakukan sumpah tidak terlibat dengan pembunuhan Altantuya, model Mongolia, yang selama ini dituduhkan dan diteriakkan oleh pendukung Anwar. Sebelumnya, beredar foto Najib dengan model tersebut di halaman web internet. Mereka sedang duduk di meja makan yang di-posting dalam blog Tian Chua, ketua penerangan PKR.
Tuduhan Najib dalam seri kampanye juga menyentuh perilaku Anwar yang memaksa seorang gubernur Sabah untuk meluluskan izin nomor buntut sebagai watak munafik. Sebab, selama ini Anwarlah yang menggagas masyarakat madani, sebuah gagasan yang juga pernah mampir di tanah air. Anwar pun membalas bahwa Najib mengamalkan ajaran Hindu berdasar pengakuan penulis terkenal portal berita Malaysia Kini, Raja Petra.
Isu moral dan agama itu boleh dikatakan paling mengemuka dalam perseteruan BN dan PKR dalam memperebutkan 58.459 suara konstituen dan termasuk 490 melalui kotak pos. Keterlibatan ulama makin memperkeruh keadaan karena mereka terbelah dua. Tentu yang paling menarik keterlibatan Gus Dur, yang secara terbuka di TV9 menegaskan bahwa sumpah dengan menggunakan Alquran tidak berdasar karena tidak dikenal dalam Islam.
Tugas Berat Anwar
Dengan kemenangan itu, Anwar akan mengetuai oposisi di parlemen dan tentu kedudukan tersebut menambah amunisi untuk menyerang kebijakan pemerinah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Seperti dikatakannya, dia akan mencecar secara langsung perdana menteri di gedung parlemen. Namun, perlu diingat, koalisi yang dipimpinnya di pelbagai negara bagian juga menjadi penguasa yang harus mewujudkan janji-janji selama kampanye sebelumnya.
Lebih dari itu, tugas yang mungkin paling rumit adalah menyatukan koalisi longgar di Pakatan Rakyat yang riskan pecah.
Tanda-tanda tersebut mulai bertunas ketika Karpal Singh, orang nomor satu di Democratic Action Party (DAP), mengkritik Partai Islam se-Malaysia (PAS) yang masih bersikukuh untuk menegakkan negara Islam, sementara ideologi DAP yang banyak dianggotai oleh masyarakat Tiongkok adalah Malaysian Malaysia.
Tanda-tanda tersebut mulai bertunas ketika Karpal Singh, orang nomor satu di Democratic Action Party (DAP), mengkritik Partai Islam se-Malaysia (PAS) yang masih bersikukuh untuk menegakkan negara Islam, sementara ideologi DAP yang banyak dianggotai oleh masyarakat Tiongkok adalah Malaysian Malaysia.
Sebaliknya, PKR yang diketuai Anwar mengandaikan ideologi sosialisme karena latar belakang komponen yang ada di dalamnya terdiri atas pelbagai ideologi dan etnis yang mendorong perlakuan sama terhadap rakyat Malaysia.
Jika Anwar tidak mampu mendorong koalisi Pakatan Rakyat yang menjadi penguasa di beberapa negara bagian untuk memenuhi janjinya, yaitu membuat kehidupan ekonomi dan keamanan lebih baik, sangat mungkin konstituen mengambang (di sana disebut atas pagar) akan hengkang.
Bagaimanapun, Anwar adalah tokoh yang paling bisa diterima oleh pelbagai komponen berbeda karena dialah yang mempunyai segalanya, yaitu bekas aktivis Angkatan Belia Islam Malaysia, mantan pejabat pemerintah yang berpengalaman, dan mempunyai jaringan internasional. Dengan modal itu, dia akan menarik investasi dari luar negeri lebih deras.
Tantangan lebih berat adalah memenuhi janji untuk memperbaiki hak asasi manusia karena banyak undang-undang yang membelenggu warga, seperti Akta Cetak dan Penerbitan, Akta Rahasia Resmi, dan Akta Hasutan. Meski Anwar pernah berkoar bahwa komponen BN akan lompat pagar setelah dia memenangkan pemilu sela itu, amandemen undang-undang memerlukan waktu dan dukungan melebihi 2/3 anggota parlemen. Sebuah jalan panjang yang tentu sangat menantang dan melelahkan.
--- Ahmad Sahidah, kandidat doktor pada Departemen Filsafat dan Peradaban Universitas Sains Malaysia
No comments:
Post a Comment